VOC dan Tukang Bajigur
Tulisan ini baru ditulis judulnya aja sejak tanggal 13 Februari selanjutnya terlantar sampai sekarang. Tapi ternyata judul ini bisa berkembang jadi opini-opini yang bermunculan beberapa hari ini.
Tadi siang teman saya bilang, “Nggak pernah aku seiseng itu pergi ke supermarket cuma buat ngecek apa bener barang-barang sama sembako pada habis.” katanya serius, “Eh terus beneran rak-raknya pada kosong dong!”
Saya cuma geleng-geleng kepala dalam hati (gimana caranya juga sih ya) lalu saya berpikir kalau masyarakat kita selain konsumtif juga panikan. Tapi siapa juga yang nggak panik begitu denger Corona ada di Indonesia? budaya kita yang sudah konsumtif (tiap weekend sore parkiran supermarket udah penuh apalagi tiap tanggal gajian atau onlineshop yang makin menjamur), ditambah budaya belajar yang masih minim. Kalau panik dan latah tandanya kita kurang belajar, kurang baca referensi dan hanya percaya berita tanpa disaring dulu. Masker jadi mahal, sabun dan handsanitizer juga pada habis. Lalu ketika media memberitakan kalau rimpang (jahe, kunyit, dan kawan-kawannya) bisa mencegah virus corona, harga rimpang-rimpang itu jadi naik.
Semua berita nasional isinya sama, cuma diganti redaksi judulnya aja dengan kata-kata semenarik mungkin atau bahkan beberapa ada yang ngasih judul sembarangan sehingga memunculkan persepsi lain, judulnya jadi ambigu.
Pasien Corona di Cianjur Meninggal Dunia
Pas dibaca beritanya, katanya baru suspect. Kenapa kamu tulis pasien corona dong kalau gituuuu?
atau judul provokatif
Artis X Kesal Karena Gagal Nonton Konser Gara-gara Korona
Padahal si artis ditanya sama si wartawannya, “Kecewa nggak, nonton konsernya batal?”
Ya pasti kan kecewa, nggak mungkin tiba-tiba lapang dada. Sayangnya, kekecewaan itu dibuat judul berita sehingga timbul persepsi kalau si artis tidak berperasaan karena mementingkan konser.
Di saat situasi sedang kalut seperti ini memang baiknya kita nggak usah terlalu banyak mengonsumsi medsos, karena bukannya malah meredakan kepanikan, tapi semakin membuat kita khawatir akan segala hal yang media angkat secara berlebihan.
Sejak siang tadi, status WA saya ramai sama orang-orang yang posting foto nasi padang yang bumbunya dari rempah-rempah dan juga rimpang. Nanti jangan-jangan harga nasi padang juga melambung tinggi gara-gara postingan persuasif macam ini, mengajak orang makan nasi padang karena bumbunya mengandung rimpang untuk mencegah virus corona.
Dahulu, kongsi dagang VOC bisa jadi perusahaan dagang terkaya di dunia karena menjual rempah-rempah dari Indonesia. Indonesia yang hanya memanfaatkan rempah-rempah untuk kehidupan sehari-hari rupanya kalah saing sama penjajah yang sudah pintar mengolah dan memanfaatkan rempah tersebut sehingga jadi lahan dagang yang menguntungkan. Sementara Indonesia, dari dulu produk olahan rimpang dan rempah-rempah masih sebatas Bajigur, Bandrek, Wedang, dan Jamu yang diseduh secara tradisional dan dipasarkan secara lokal.
Kemarin sebelum corona heboh, orang-orang masih cuek dengan kehadiran tukang Bajigur dan Bandrek yang lewat. Masyarakat kita yang latah dan panikan serta konsumtif berlomba-lomba membeli minuman boba-bobaan untuk diposting di story medsos. Kadar gula yang berlebihan pada minuman tersebut akhirnya menang di pasaran kita. Sementara mbak jamu gendong atau tukang Bandrek dan Wedang yang dorong grobak sore-sore dianggap angin lalu.
Lalu sekarang, ketika dikabarkan massal lewat media nasional kalau rimpang adalah salah satu cara ampuh menghindarkan virus corona, membuat harga rimpang dan keluarganya naik?
Bisa jadi besok kalau ada isu ‘Corona bisa dicegah dengan makan Cilok’ juga nanti harga Cilok melambung.
Kita masih sibuk mempermasalahkan hal-hal sepele seperti ini. Bukannya fokus pada solusi dan selalu mencaritahu kebenaran suatu informasi, malah menyebarkan info yang baru didapat di status medsos sehingga menambah kepanikan.
Sebelum Corona melanda, memangnya kita sudah sadar pada kesehatan dan kebersihan? bukannya masih suka minta minuman teman padahal lagi flu? bukannya nggak pake masker padahal lagi batuk? bukannya TBC masih dianggap sepele sampai nggak mau berobat? bukannya rokok masih dianggap lazim? ngerokok di dalam angkutan umum masih dianggap hak pribadi? meludah dan buang ingus di pinggir jalan masih dianggap biasa aja? bersin ke muka orang masih biasa aja? pegang dan cium bayi tanpa cuci tangan saat jenguk teman lahiran masih dianggap wajar? demam nggak masuk sekolah atau istirahat di UKS tetap harus ngerjain ujian dan ngumpulin tugas? kita sendiri sebetulnya belum terlalu sadar akan kebersihan sepele macam ini.
Ayolah, jangan gara-gara isu yang lagi mendunia ini menjadikan kita latah dan ikut-ikutan panik tanpa ilmu. Borong sembako, masker, sabun, handsanitizer, cuci tangan berlebihan padahal sebelumnya dikasih tau pentingnya cuci tangan tetap aja bebal. Pada akhirnya kelatahan ini hanya akan menjadikan kita tamak dan egois.
Kita kaji lagi apa saja yang menjadi fakta, apa saja yang sekedar kabar burung, dan apa saja solusi yang harus kita lakukan agar kita tidak hanya panik dan ikut-ikutan.
Tukang Bajigur dan Bandrek mungkin sekarang boleh berharap akan sedikit demi sedikit mengikuti langkah VOC dalam meraup kekayaan lewat berdagang rempah-rempah, tapi kalau virus ini sudah mereda, akankah mereka hanya mimpi saja bisa menaikkan level Bajigur dan Bandrek menjadi bertaraf internasional seperti zaman Hindia Belanda dulu? dan Boba kembali menggeser pasar Indonesia?
Saat Corona :
Bandrek : “Misi, Bob! Gue kaya duluan ya! bye!”
Boba : “Liatin lo ntar kalau lebaran!”
Saat lebaran :
Boba: “Sory, Drek! Gur! gue lagi banyak panggilan tampil di status orang nih!”
Bandrek dan Bajigur: “Kami terlalu Bajigur untuk kamu yang Chatime. Masa harus ada Corona lagi baru kita naik pamor.”
Akhirnya Bandrek dan Bajigur berharap Johan Van Oldenbarnevelt hidup lagi dan mendirikan VOC menjadi jaya di dunia. Nanti Kopi Janji Jiwa, Chatime dan Xing Fu Tang tergeser oleh Bandrek and Bajigur Vereenigde Oostindische Compagnie.
“Eh, sorry ya Boba! ini kata Meneer gue jadi endorsan Rafi Ahmad.” Ungkap Bandrek jumawa.
Bandrek : Minuman semacam Wedang Jahe yang ditaburi kelapa muda yang diserut
Bajigur: Minuman rempah-rempah khas Jawa Barat dengan bahan baku utama Gula Aren dan Jahe
Gambar dari : Facebook.com/Qashidah memes for all occassions
Bandung, 2020