Tatacara Menjalani Hidup di Bandung
Jutaan orang percaya bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya. Budaya yang bukan hanya turun temurun dari leluhur, namun juga budaya yang secara tak sengaja tercipta di masyarakat.
Hidup di tanah Sunda membuat beberapa orang bersikap lebih ramah dan santuy, setidaknya itu menurut beberapa orang. Tapi bukan berarti hal itu membuat kita bisa hidup bebas sebebasnya, tentu ada beberapa rintangan, halangan, bahkan lika-liku kehidupan yang pastinya akan hadir kapan saja.
Sebelum membagikan tatacara hidup di Bandung, saya ingin menguatkan kepada anda semua bahwa saya bukanlah marketing pariwisata Bandung, bukan juga pemerintah kota setempat yang tahu segala hal tentang kota ini, jadi kalau ada yang tidak sesuai, ya, namanya juga warga di kota Seblak.
Baiklah, daripada berlama lama prolog, saya akan menyampaikan temuan-temuan saya di masyarakat kota Bandung ini.
Menunjukkan Tempat
Kalau kamu pergi ke Bandung bagian pegunungan, hutan, atau menuju tempat wisata yang membutuhkan usaha keras untuk sampai ke sana, namun provider internet kamu bukan provider kalangan sultan, sharelocation atau GPS mungkin sulit dijangkau, maka yang kalian harus gunakan adalah JPS (Jaringan Penduduk Sekitar), kalian hanya harus bertanya dengan bahasa yang dimengerti warga sekitar. Karena terkadang warga menyebutkan arah dalam bahasa Sunda, maka mau tidak mau kalian juga harus belajar bahasa sunda juga. Kita mungkin biasanya bertanya,
“Pak, punten bade tumaros pami ka alamat ieu palih mana nya?” (Pak, maaf mau nanya kalau alamat ini sebelah mana ya?)
Si Bapak akan menjawab, “Oh, caket eta mah da mapah sakedik ka luhur tos nepi. Caket da, sakedap deui!” (Oh, deket kok itu cuma jalan sedikit ke atas udah sampai. Deket kok, sebentar lagi!)
Tapi ternyata versi deket itu kita masih harus mendaki gunung lewati lembah mampir di wc masjid.
Oleh karena itu, kalian harus memiliki fisik yang kuat ketika mengunjungi beberapa tempat di Bandung.
Kalian mungkin harus menghapal arah dalam Bahasa Sunda seperti Kaler-Kidul-Wetan-Kulon. Artinya apa tuh? manja banget ah, cari aja sendiri di gugel.
Orang Bandung Suka Merendah
Merendah di sini mungkin berbeda versi dari yang biasanya. Misalnya kalian main ke rumah teman, lalu ibunya menyuguhi kalian makanan dan mempersilakan kalian tidur di kamar yang sudah disiapkan. Maka kalimat yang selalu terlontar adalah, “Punten nya, teu gaduh nanaon. Sok saaya-aya, ayana ngan nu kieu Ibu mah.” (Maaf ya, ga punya apa-apa. Seadanya aja ya hanya punya segini.)
Padahal si Ibu udah belanja habis-habisan dan makanan yang disediakan banyak banget.
Entah apa sebenernya maksud perbuatan di atas, yang jelas hal ini sudah menjadi budaya sendiri sehingga banyak anak muda yang ikut memakai cara itu untuk menaikkan eksistensi dirinya
“Iih aku gendut giniiii” Padahal badan dia udah kayak Bihun, dan jawaban yang dia harapkan dari temannya adalah, “Iih nggak kok kamu langsing banget, aku nih yang gendut udah kayak bawa-bawa ikat pinggang ke mana-mana”
Lalu si orang yang badannya kayak Bihun tadi tertawa puas.
Eh tapi ternyata setelah ngobrol sana sini, budaya ini bukan cuma budaya warga Bandung, tapi sudah meng-Indonesia.
Angkot di Bandung Banyak Banget
Perlu saya akui, selama bertahun-tahun hidup di Bandung, saya masih belum hapal semua angkot di Bandung. Warna beberapa angkot hampir ada yang sama, hanya beda strip di tengah. Untuk satu tujuan yang sama, kadang bisa dilewati 2 sampai 3 angkot. Selain harus menghapal angkot mana saja yang bisa kita naiki, kita juga harus sabar pada tukang angkot di masa sekarang ini. Karena mereka berebut penumpang dengan kendaraan online, jadi sekalinya angkot dapat penumpang, mereka akan ngetem lumayan lama sampai angkotnya sesak
“Neng, tiasa kénéh tujuh lima!” (Masih bisa Neng, tujuh lima) tujuh lima di sini maksudnya formasi duduk di angkot. Beda halnya ketika tukang angkot kehabisan kesabaran karena ngetem juga nggak dapet penumpang, maka mereka akan menurunkan kita sebelum sampai tujuan. “Neng, di dieu weh nya!” (Neng, di sini aja ya!) lalu Mang angkot itu pun menurunkan kita di tengah jalan tanpa perasaan. Haaaah~
Maka, kenali tanda-tanda akan diturunkan Mang Angkot di tengah jalan:
- Angkotnya kosong, mungkin hanya kita aja atau nggak lebih dari 2 penumpang
- Mang angkot akan bertanya di mana kita akan turun (ini adalah proses berpikir Mang Angkot apakah tujuan kita masih jauh atau sudah dekat, kalau masih jauh, si Mang angkot juga ogah nganter kita sampai tujuan)
- Mang angkot akan mampir ke pom bensin
- Lalu terlontahlah kata-kata, “Neng, di dieu wéh nya? wios lah dua rébu wéh!” (Neng, di sini aja ya? biarin ongkosnya dua ribu aja)
Terkadang tukang angkot ada yang mengerikan, mereka suka bawa temennya yang preman atau anak punk ikut narik bersamanya. Tapi sesungguhnya yang lebih mengerikan adalah ketika Mang angkot membawa serta istrinya ikut narik. Duduk manis di sampingnya dan siap-siap pasang tampang waspada pada penumpang yang ongkosnya kurang. Kalau gini, saya sengaja suka lebihin ongkosnya karena takut. Takut digosipin.
Orang Bandung Suka Menambahkan Huruf H di Beberapa Kesempatan
Entah kenapa kalau ketemu orang yang sunda banget ngomong ‘gue’ atau ‘Mie’ selalu ditambah dengan huruf H di akhir. Misalnya ketika saya bilang sama teman yang suku jawa, “Aku mau makan emih aja deh.”
Terus dia akan jawab, “apaan sih emih? mie kali, Sar!”
atau ketika teman saya yang orang betawi manggil ibunya dengan sebutan ‘Emih’ saya dengan refleks nanya, “kenapa sih makan emih terus?”
“Emih tuh emak guaaaa, tau! ah elu mah sekate-kate!” saya berasa dimarahin Bang Mandra.
orang Bandung senang bilang kue menjadi kueh, cakue menjadi cakueh, atau kadang-kadang terdengar sayup-sayup anak muda yang bilang gue jadi gueeh, ya macem-macem lah tergantung lingkungan.
Di Bandung Musuh Terberat Diet Kamu Adalah Tukang Dagang di Lapangan Olahraga
Sepertinya tukang dagang dan orang yang sedang berolahraga mengalami persaingan sengit, karena ya, di setiap lapangan olahraga di Bandung, pasti ada nangkring tukang Cuanki, Cilok, Seblak, sampai Nasi Kuning dan Lontong Kari. Niat hati ingin diet dan berolahraga, iman tak kuat menahan godaan tukang Cuanki yang wanginya radius 1 km aja udah kecium. Belum lagi minuman Boba dan Thai Tea yang banyak nangkring di pinggirnya, kalau kalian abis lari keliling lapangan berniat untuk diet dari rumah tapi pas sampai sana udahannya malah jajan, Now Playing Maudy Ayunda — Untuk Apa.
Banyak Makanan Dari Bahan Aci
Apa sih Aci? Aci adalah tepung tapioka. Makanan berbahan dasar Aci ini awalnya hanya Cilok, namun makin berkembangnya zaman dan bertambahnya populasi penduduk di Bandung, makanan dari Aci makin banyak jenisnya.
Cilok- Aci dicolok
Cimol-Aci digemol
Cireng-Aci digoreng
Cilor-Aci pake telor (ini paling enak menurut saya!)
Cipuk-Aci Kurupuk
Cimin-Aci Mini (Ini yang enak nomor 2 setelah Cilor)
Cilung-Aci digulung
semua nama Aci adalah makanan, nggak ada minuman, kecuali A Cimory.
Kenapa di Bandung banyak makanan berbahan dasar Aci? karena apapun yang dibuat dari Aci identik dengan rasa Asin, Gurih, dan Pedas. Lidah orang Bandung banget yang memang penyuka ketiga rasa itu. Coba deh, kalian lihat makanan dan minuman manis yang pernah hits di Bandung seperti Es Kepal Milo, Thai Manggo, atau makanan manis lainnya, mereka masih kalah dengan makanan yang rasanya asin, gurih, dan pedas seperti makanan dari Aci dan seblak.
Apalagi kalau musim hujan begini, makanan-makanan kayak gitu udah pasti banyak diburu.
Beberapa Makanan Tradisional yang Mulai Eksis Lagi
Kalau kamu dulu denger Bandung identiknya dengan Peuyeum namun sekarang identik dengan Brownies Amanda, kamu nggak salah!
Beberapa tahun ke belakang Peuyeum atau Tape Singkong memang udah nggak ngehits lagi. Bahkan yang suka makan Peuyeum sekarang cuma orangtua. Anak muda jarang yang makan Peuyeum. Begitu juga dengan Surabi (Serabi) atau Dorayakinya Bandung, dulu Surabi cuma ada dua rasa, rasa gula merah dan oncom. Sekarang Surabi sudah ada berbagai rasa, dari mulai telur sampai keju, bahkan ada rasa greentea.
Ada beberapa tempat Surabi yang enak selain di Jalan Setiabudhi, Surabi yang masih dijual di pinggir jalan masaknya pake kayu bakar letaknya ada di deket Monumen Perjuangan Masyarakat Jabar, alias Monju. Tapi beberapa Surabi juga sudah jarang sekali digandrungi anak muda, karena Donat kekinian lebih hits atau Pizza dengan berbagai toping dan promo gofood sudah pasti lebih menjadi primadona.
Mungkin segitu dulu beberapa tips untuk bertahan hidup di Bandung. Sebenarnya bukan cara bertahan hidup sih, tapi lebih ke temuan-temuan sotoy yang tak sengaja ditemukan. Nah, semoga bermanfaat ya dan menjadi inspirasi untuk kalian memilih makanan apa yang enak untuk makan sore hari ini.
Babay!
SA, Bandung,
Ditulis 10 Desember 2019
Disunting 22 Desember 2019