Solusi Pintar, Pilihan Orang Cerdas! (Bukan Iklan Detergen)

Di bawah ini adalah sebuah tulisan yang pernah saya tulis di akun tumblr 3 tahun yang lalu. Kejadian ini sih, kalau bisa jangan terulang lagi, karena baru sekarang saya merasa kalau kelakuan saya itu nggak banget.

Sarah N Aini
3 min readDec 4, 2020

Apa yang akan kalian lakukan ketika berada dalam posisi terjepit? Terjepit dalam angkot yang kalian pikir itu adalah orang jahat?
A. loncat keluar
B. Pukul kepala orang itu pake tas punggung kalian
C. Pura-pura gila

Kejadian ini terjadi beberapa saat yang lalu ketika saya pulang setelah magrib dari suatu tempat. Di dalam angkot, hanya ada seorang bapak-bapak yang dari awal saya duduk di dalam angkot sudah ngeliatin saya dengan pandangan yang mencurigakan. Awalnya saya baik-baik saja dan berusaha husnudzon. Tapi tak lama kemudian, Bapak tersebut batuk-batuk keras dengan suara yang menurut saya tak wajar, lalu beberapa detik setelahnya bapak itu bersin dan suaranya kenceeeeeng banget. Saya makin takut dan berdoa sekuat-kuatnya pada Allah.
Saya curiga sama bapak ini karena pernah sering ada kejadian seseorang yang berniat melakukan pencurian pura-pura muntah dan lalu memegangi kaki, lalu ketika si yang kakinya dipegang teralihkan, orang itu akan melakukan tindakan yang tidak diinginkan.

Bapak itu menggeserkan kakinya, dan jantung saya pun seakan berhenti berdetak. Bapak itu duduk persis di samping pintu masuk, menghalangi orang yang ingin keluar masuk. Kan tambah curigaaaa!

“Ya Allah, tolonglah saya,” batin saya menjerit.
Lalu entah karena kepepet atau otak saya selalu berpikir hal-hal yang aneh, saya memilih opsi C. Iya, saya akan pura-pura gila. Saya akan pura-pura jadi jelema nu teu cageur (jadi orang kurang waras).

Saya memulainya dengan pura-pura ngomong sendiri dengan gerakan bibir dan ekspresi wajah yang total (kalau kata orang sunda runyah renyoh sorangan), saya tertawa ala Mr. Bean, “Kikikikiki”, saya mengeluarkan suara sambil melihat ke arah kanan dan kiri secara tidak wajar, dan saya membungkukkan badan ke arah bapak itu sambil mengulurkan kepala sambil tertawa.

Saya kemudian ngecek hp, dan dengan ekspresi dibahagia-bahagia-in, saya tertawa-tawa dan kembali merunyah renyohkan wajah saya.

Di pertigaan Balubur, kemudian bapak itu bilang, “kiriii” yang membuat supir menghentikan angkotnya. lalu bapak itu kemudian turun, hati saya lega.
Namun ketika selesai membayar angkot sesuai tarif, sambil berjalan bapak itu terus terbatuk-batuk dan sempoyongan.

“Eh ternyata itu bapak-bapak emang keur gering. (ternyata bapak-bapak itu emang lagi sakit)” batin saya berseru.

Dan dari suaranya bilang “ kiri” pun, ekspresi wajahnya seperti sedang menahan sakit.

Lalu, setelah saya ceritakan hal tersebut kepada keluarga saya, mamah berkata kalau saja mamah ada di sana, saya tidak akan dianggap anaknya. mamah akan pura-pura tidak kenal.

Dan saya teringat kata-kata adik saya, “ih mun cacing ngaliang da, mun warung mah tutup.” (Kalau cacing udah gali lobang, kalau warung udah tutup)

Yah, nggak apa-apa siih, suudzon jangan, waspada mah boleh.
Meren yah, bapak-bapak itu teh bilang dalam hati, “ih ditiung-ditiung tapi teu cageur.” (Ih, pake kerudung tapi kurang waras)

Maafkan saya karena telah mencoreng kepribadian seluruh muslimah di dunia.

Bandung, 8 Januari 2016

Setelah saya menceritakan kisah ini pada teman saya pada saat itu, dia bilang, “Eh tapi bisa jadi tau Sar, dia pura-pura sakit!”

Terimakasih, sahabat, sudah membela saya yang kelakuannya boloho ini.

--

--

Sarah N Aini
Sarah N Aini

Written by Sarah N Aini

bekerja adalah untuk menabur manfaat, bukan untuk dilihat.

Responses (1)