Seni Agar Hidup Tidak Banyak Pikiran

Sarah N Aini
3 min readNov 23, 2024

--

Seperti kata buku Filosofi Teras, kalau masalah itu datangnya dari pikiran kita sendiri dan bagaimana cara kita menyikapi permasalahan tersebut, maka yang harus diperbaiki adalah pola pikirnya, bukan menghindari masalahnya.

Namun seiring berjalannya waktu, permasalahan yang menimpa kita bisa membuat kita terkuras karena kita selalu memaksa untuk memikirkannya terus menerus.

Oleh karena itu, saya ingin berbagi beberapa tips sesuai dengan pengalaman yang terjadi pada saya baru-baru ini.

  1. Jangan terlalu dipikirkan masalah yang menerpamu

Sesuai kata teman saya waktu skripsian dulu, pekerjaan itu ya dikerjain, bukan dipikirin. Begitupun masalah, ya kerjakan lalu selesaikan, bukan hanya dipikirkan. Dengan begitu kita sudah tidak ada lagi energi memikirkan masalah yang tak kunjung selesai karena energi sendiri sudah habis oleh pekerjaan kita.

2. Jangan ceritakan masalahmu pada orang yang dominan

Jika masalahmu mengganggu hari-harimu, mungkin kamu harus menceritakannya pada orang terdekat yang kamu percaya, selain agar pikiranmu terurai, mungkin saja kamu dapat solusi.

Tapi membicarakan masalahmu pada orang yang dominan menurut pengalaman saya adalah cara yang salah.

Alih-alih kamu diberikan semangat atau solusi yang membangun, kamu hanya jadi pembanding atas masalahnya dan jadi target hujatannya.

Ini terjadi pada saya beberapa kali, setiap saya menceritakan masalah pada sahabat saya yang dominan, ia kerap kali membandingkan dengan masalahnya lalu menjadikan saya sebagai target hujatannya.

Orang dominan (yang saya selalu temui, walau tidak semua) kerap kali enggan mendengar dengan tenang dan meresapi apa yang sebenarnya terjadi, mereka hanya bisa memotong pembicaraan lalu menjustifikasi sesuka mereka.

Masalah si pencerita sakit hati, terkadang mereka tidak peka, dan berlalu begitu saja. Akhirnya si pencerita bertambah lagi masalahnya karena salah curhat.

3. Tuliskan dalam sebuah jurnal

Secara psikologis, menulis dapat menguraikan pikiran dan dalam menulis terdapat proses kreatif berpikir sehingga masalah yang bergumul di kepala dapat terurai dengan baik. Jika kamu terlalu malu untuk menuliskannya di platform umum, tulis saja dalam jurnal harian sebagai buku diary ala anak SD zaman dulu.

Saya sangat bahagia pernah merasakan menulis diary sewaktu kecil, karena permasalahan yang kita rasakan dapat terurai lalu menjadi penjaga emosi saya ketika sudah menuliskannya. Saya jadi tertahan untuk tidak marah ataupun nangis di depan manusia. Karena perasaannya sudah tumpah pada tulisan yang hanya saya yang bisa mengaksesnya.

Mungkin kalau anak-anak zaman sekarang bikin second account atau close friend, ya pada instagram mereka. Namun walaupun cara itu juga bisa alternatif, menurut saya kerahasiaannya tidak terjaga dengan baik. Karena tidak semua masalah kita, akan dianggap masalah juga oleh orang lain, jadi kalau ternyata second account atau close friendmu suka bocor, ya resiko besar itu ada di tanganmu.

Kesimpulan saya pada tulisan kali ini adalah, jika kamu punya masalah yang tidak bisa kamu selesaikan, mungkin pola pikirnya dulu yang harus diubah. Sudut pandang melihat suatu permasalahan yang harus diperbaiki, lalu jika kepalamu terlalu berisik dan kamu lelah akan hal itu, tuangkan pada media yang tepat dengan bijak. Jika butuh orang untuk mendengar, pilihlah yang menurutmu bijak dan pendengar yang baik, jangan semua orang yang kamu temui kamu curhatin, kalau itu mah kamu ember.

Namun jika kamu terlalu lelah juga untuk mencari pendengar, ini adalah saatnya untuk kamu memulai menulis.

SNA
Bandung, 23 November 2024

Photo by Prateek Katyal on Unsplash

--

--

Sarah N Aini
Sarah N Aini

Written by Sarah N Aini

bekerja adalah untuk menabur manfaat, bukan untuk dilihat.

Responses (1)