Sahabat? Makanan Jenis Apa itu?

Sarah N Aini
4 min readMay 22, 2020

--

Ketika Rasulullah SAW pergi hendak berhijrah dari Mekkah ke Madinah, setelah pergi ke rumah Abu Bakar Ra pada malam hari, mereka berdua pergi menuju Gua Tsur untuk bersembunyi dari kejaran kafir Quraisy selama 3 hari. Dalam riwayat, mereka berjalan menuju Gua sambil berjinjit karena khawatir jejak mereka terlihat di pasir. Sebelum memasuki Gua, Abu Bakar masuk terlebih dahulu, “Jika ada apa-apa, biar aku dulu yang menghadapinya.” Abu Bakar ingin memastikan tidak ada bahaya yang mengancam Nabi di dalamnya. Setelah yakin Gua tersebut aman, Abu Bakar mempersilakan Rasulullah SAW masuk. Abu Bakar pun duduk di dalamnya dan Rasul tidur di pangkuannya, tidak berapa lama, Abu Bakar digigit binatang yang muncul dari dalam lubang di dalam Gua. Karena takut mengganggu tidur Nabi SAW, maka Abu Bakar menahan rasa sakitnya hingga tak terasa air matanya menetes mengenai wajah Rasulullah SAW.

“Ada apa wahai Abu Bakar?” tanya Nabi SAW

“Aku digigit seekor binatang.”

Lalu Nabi pun mengobatinya hingga ia tidak merasa sakit lagi.

Gilaaaa, persahabatan macam apa itu? bahkan dalam kisah Isra Mi’raj, Abu Bakar adalah orang pertama yang memercayai Nabi melakukan perjalanan itu, dan lagi, setelah kaum muslimin Mekkah hijrah ke Madinah, Rasulullah, Abu Bakar, dan Ali bin Abi Thalib belum pergi ke Madinah karena Allah belum memerintahkan Rasulullah untuk pergi. Abu Bakar yang bertanya-tanya, kapankah mereka akan hijrah, akhirnya menurut saja ketika Rasul berkata bahwa mereka harus menunggu sampai Allah memerintahkan RasulNya hijrah. Hingga akhirnya, mereka harus menunggu 4 bulan sampai perintah hijrah turun.

Ketika malam hari setelah kaum kafir Quraisy melakukan perundingan untuk membunuh Nabi di tempat tidurnya, Malaikat Jibril memberitahu nabi bahwa mereka harus segera pergi dari Mekkah, Rasul pun langsung mendatangi Abu Bakar dan memberitahu bahwa sekarang juga mereka harus pergi dari Mekkah. Abu Bakar menurut saja, padahal itu téh udah malem, cuy!

Gila kan, persahabatan macam apaaa itu? <<zoom in>>

<< soundtrack sinetron indosiar, Kuuumeeenangiiiis membayangkan>>

Sebelum pergi, Rasulullah SAW memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk tidur di tempat tidur Nabi dengan menggunakan kain hijau yang selalu nabi pakai ketika tidur, Ali pun menurut saja, padahal ia tidur untuk menggantikan nabi ketika para kaum kafir Quraisy sedang mengepung rumah Nabi dengan pedang mereka dan hendak menikam nabi ketika tidur. Padahal saat itu bisa saja Ali yang terbunuh.

Lagi-lagi, persahabatan macam apa ini? <<ost sinetron Indosiar, Opick : Cahaya Hati>>

<<Allah Engkau dekaat, penuh kasih sayaaang>>

Kalau dilihat sejarah perjalanan Nabi dan sahabat yang begitu menyayangi Nabi dan saling menyayangi sesama muslim lainnya, rasanya terharu sekali ya. Rasanya, sekarang orang-orang mengatasnamakan persaudaraan atau ukhuwah itu hanya untuk sebuah kepentingan. Beberapa kali saya temukan dan alami, persaudaraan atau apapun itu namanya, digaungkan ketika menyangkut kepentingan seseorang tersebut atau untuk kepentingan kelompoknya. Misalnya, di sebuah kelompok mau kasih surprise ke salah satu temannya atau mau memberi bantuan ke salah satu temannya, tentu mereka akan melakukan itu atas nama persaudaraan, persahabatan yang sudah mereka jalin. Tapi ketika teman yang sama sekali tidak pernah bergabung dengan kelompok itu mengalami kesulitan, mungkin ada sejuta alasan untuk tidak membantu atau bahkan tidak ada satu alasan pun untuk memberikan hadiah, boro-boro mau kasih surprise, iya kan?

Berkorban memang hanya ada untuk sebuah kepentingan bukan?

Sehingga, di zaman yang serba canggih ini, tidak heran kalau orang yang memandang kita baik, hanya orang yang sudah dapat kebaikan dari kita

Orang yang memandang kita istimewa, karena kita sudah memperlakukan orang tersebut dengan istimewa

Orang yang akan menganggap kita tidak ada, tidak berguna, bahkan lupa terhadap kita, tentu saja tidak dengan baik mau repot repot mengenal kita

Orang yang tidak tahu sama sekali terhadap kita, akan memandang kita bukan siapa siapa, mungkin akan memandang kita rendah dan melihat kita hanya dari fisiknya saja

Pernah nggak sih, kalian merasa iri melihat persahabatan teman kalian? kompak ke mana mana bareng, foto bareng sampai update di medsos, saling kasih surprise saat ulangtahun, mengajak semua teman sekelasnya ikut memberikan surprise pada sahabat-sahabat mereka, namun sama sekali lupa pada kita ketika kita butuh bantuan, apalagi mengharap mereka mengingat ulangtahun kita, kita disebut namanya saja saat mereka hanya membutuhkan kita. Pernah?

Maka kalau pernah, itu berarti kita semua juga jangan-jangan pernah memiliki sekumpulan sahabat yang menurut kita mereka sahabat sejati kita sampai mati, sehingga berbuat baik hanya pada mereka saja sahabat kita, berdasarkan kepentingan saja, lalu melupakan kebaikan kecil teman kita yang lain.

Kita dibesarkan dengan cara arogansi kelompok semacam itu. Bisa saja kita bilang persahabatan kita karena Allah, tapi apakah itu berlaku bagi teman kita yang lain? atau hanya bagi sahabat sekelompok kita saja? kita benar-benar hanya mengutamakan kepentingan kita saja.

Sementara para sahabat Rasulullah SAW, rela meninggalkan harta, jiwa, dan keluarganya demi membela agama dan berjuang bersama Rasul. Demi kepentingan agama ini di masa depan. Bahkan, ketika seorang sahabat hendak membunuh seorang musuh saat perang namun niatnya karena marah, ia mengurungkan niatnya karena niat membunuhnya karena marah, bukan karena Allah. Definisi persahabatan karena Allah yang sesungguhnya.

Atau Hamzah paman Nabi yang syahid saat perang Uhud, yang tubuhnya dikoyak oleh Hindun dan jantungnya dimakan, apakah ia syahid karena kepentingan kelompoknya saja? ya tentu saja untuk membuat islam tegak di muka bumi.

Jadi, sahabat itu, harusnya yang seperti apa? karena sudah tentu, level kita masih jauh dengan level para sahabat terhadap Nabi.

Pertanyaan ini, mungkin akan selalu menggantung dan bahkan tak akan pernah bisa saya temukan jawabannya

Wallahu’alam

Kisah diambil dari Buku Sirah Nabawiyah karya SyaikhShafiyyurrahman Al Mubarakfuri penerbit Pustaka Kautsar

Bandung, 30 Ramadan 1441 H

--

--

Sarah N Aini
Sarah N Aini

Written by Sarah N Aini

bekerja adalah untuk menabur manfaat, bukan untuk dilihat.

Responses (1)