Sa’ad bin Abi Waqqash : Anak Mami yang Doanya Mustajab
Disarikan dari ceramah Ust. Salim A Fillah
Sa’ad berasal dari Bani Zuhrah dan secara garis keturunan masih pamannya Rasulullah SAW, Sa’ad masih kerabat Nabi Muhammad SAW melalui pamannya, yakni Abdul Manaf, yang juga paman dari ibu Nabi, Aminah binti Wahhab. Sa’ad berasal dari orangtua yang disegani oleh suku Quraisy sehingga ia termasuk orang terpandang.
Sa’ad memeluk islam pada usia 17 tahun dan termasuk orang ketujuh yang memeluk islam. Hamnah, ibunya, begitu marah ketika mengetahui Sa’ad memeluk agama Muhammad itu, salah satu bentuk marahnya diperlihatkan dengan cara mogok makan. Namun Sa’ad adalah seorang anak yang sangat sayang dan dekat dengan ibunya, sehingga sang ibu selalu dibujuk dan Sa’ad tak bosan menyiapkan makanan untuknya walaupun sang ibu tak mau menyentuh makanannya. Hingga akhirnya, ibunya luluh pada Sa’ad
Sa’ad dikenal sebagai orang yang ditakuti di luar rumah, ibaratnya — yang punya wilayah — sehingga ia adalah orang yang disegani, namun begitu tiba di rumah, ia menjadi sosok lembut dan manja pada ibunya — di luar heavy metal di rumah heavy rotation lah —
Sa’ad seorang yang pandai dalam berperang apalagi menggunakan panah. Rasul sangat bangga padanya hingga suatu hari, Sa’ad ditanyai Rasul apa yang ia inginkan, akan Rasul mohonkan kepada Allah.
Sa’ad yang orangnya cerdas, memanfaatkan moment ini dengan meminta agar setiap doanya diijabah. Kalau sahabat lain mah, doanya minta dimasukkan ke dalam surga bersama Rasulullah, nah Sa’ad ini beda, makanya setiap doa Sa’ad diijabah oleh Allah.
Banyak kejadian mengenai doa Sa’ad yang diijabah ini, saat ia sedang menjadi seorang gubernur atas perintah khalifah Umar bin Khattab, ada seorang pria datang mengadu pada Umar, bahwa Sa’ad adalah pemimpin yang buruk,
Sa’ad yang pada saat itu ditanyai kebenarannya oleh Umar berkata, “Jika pria itu berkata benar, panjangkanlah usianya, lapangkanlah rezekinya, namun jika ia berkata dusta, panjangkanlah usianya, sempitkanlah rezekinya, dan hinakanlah hidupnya.”
Sekitar 80 tahun kemudian, ada seorang pria tua yang alisnya bersambung hingga janggut, hidup dengan meminta-minta dari orang lain, dan setiap ada wanita yang lewat, ia selalu menggodanya. Hingga selalu dicaci orang-orang sekitar. Namun pria itu berkata, “Bagaimana lagi, aku adalah pria yang didoakan oleh Sa’ad waktu itu.”
Sa’ad juga seorang yang rendah hati, ketika ia ditawari menjadi khalifah sepeninggal Ali bin Abi Thalib, ia menolak karena merasa tidak pantas. Juga ketika diminta menjadi panglima perang saat melawan pasukan persia, walau pada akhirnya Sa’ad menerima dan memenangkan peperangan itu dengan membawa harta rampasan perang yang sangat banyak.
Harta rampasan perang yang ia bawa dari hasil peperangan melawan Persia, Raja Kisra, adalah mahkota Kisra bertaburkan emas yang harus dibawa oleh sekitar 40 orang, (jadi untuk memakainya, si mahkota itu teh harus diikat ke 4 rantai emas dan Raja Kisranya dipasangkan ke mahkota tersebut) lalu permadani setebal manusia berbaring yang dibagikan kepada 300ribu pasukan dengan masing-masing orang mendapat seukuran sajadah.
Umar yang melihat semua itu menangis dan heran, mengapa Sa’ad dan pasukannya membawa ini semua ke Madinah, tidak berebut dan menyimpannya sebagian,
Seorang sahabat menjawab dengan yakin, “karena engkau adalah sosok pemimpin yang tidak haus akan harta dunia, sehingga rakyatmu akan mengikuti apa yang engkau tuju.”
Saking pentingnya peran Sa’ad dalam dakwah islam, Rasulullah SAW pernah berkata jika Sa’ad tidak menjadi Khalifah, siapapun khalifahnya nanti, harus ada pertimbangan Sa’ad bin Abi Waqqash dalam setiap keputusannya.
SNA
Bandung, 18 April 2023
17 Ramadan 1444 H