KoReview Film 2025:
1 Kakak 7 Keponakan
Film Yandi Laurens memang nggak perlu diragukan lagi. Film-film pendeknya yang selalu punya viewers jutaan di yutub, ternyata sukses juga menggaet banyak penonton di bioskop.
Film 1 Kakak 7 Keponakan (SKTK) ini bertema sosial yang mengusung tentang sandwhich generation. Sebuah ide cerita yang erat sekali dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Termasuk saya sendiri, hahahaha.
Film ini menyuguhkan kesedihan dan humor yang berganti-ganti setiap babak. Walaupun film didominasi kesedihan, namun nuansa komedi juga dihadirkan dengan adegan-adegan yang tak terduga. Tidak mendatangkan komedian dalam filmnya, hawa komedi pun bisa hadir dengan pemilihan alur cerita yang cerdas. Menurut saya, gong dari humornya adalah salah seorang yutuber yang hadir sebagai cameo di tengah-tengah konflik yang sedang terjadi.
Kehadiran nuansa humor di sela-sela konflik seperti ini membuat penonton tidak lelah dan bosan mengikuti alur yang lumayan padat karena baru dapat kesenangan, sudah dapat ujian lagi. Hal ini menurut saya penyajian yang sangat cerdas sehingga selain kesedihan yang dibawakan secara alami lewat adegan-adegannya, gelak tawa juga bisa hadir secara alami tanpa harus terpaksa tertawa karena penonton lain tertawa.
Ada satu hal yang tak dijelaskan dalam film ini menurut saya, ketika pemeran Ais yang seorang anak pianis, merindukan ayah dan permainan pianonya.
Pertanyaan besar bagi saya adalah, kenapa harus ada pemain piano? Kenapa harus ia yang dititipkan ke Moko tanpa penjelasan lanjut? Saya kira di akhir akan ada kejutan mengenai piano atau Ence Bagus yang memerankan sebagai Bapaknya Ais, nyatanya sang pianis dan pianonya tidak lagi dibahas dalam film. Adegan Ais dan keponakan-keponakannya bernyanyi diiringi piano pun hanya sebentar, tidak berpengaruh besar dalam film.
Terlepas dari pertanyaan saya tersebut, saya kagum pada Yandi Laurens yang dengan cerdas meramu ide cerita sehingga tidak klise. Ia menghadirkan twist yang pas dalam setiap adegan, seperti adegan Moko saat presentasi di depan pemilik villa di Anyer, saat adegan itu, saya merasa seperti adegan film-film from zero to hero lainnya yang mudah ditebak, ia akan lolos dan sukses. Namun nyatanya, twist yang menarik justru membuat kita makin penasaran ada kisah apa yang terjadi selanjutnya. Tokoh antogonis pun dikembangkan secara bertahap, seperti halnya di dunia nyata, kita tidak menyangka seseorang itu akan jahat kepada kita karena keahliannya dalam bersilat lidah. Antagonis tidak harus disampaikan secara langsung bahwa dia jahat, namun bisa seperti tokoh Mas Eka yang terlihat peduli namun bersikap mengerikan, dan hal ini banyak sekali kita temukan dalam kehidupan sehari-hari.
Lalu, saat kata-kata nasihat dari tokoh lain yang meyakinkan Moko tentang pilihan hidupnya yang dibuat secara mengalir tidak seperti membacakan narasi ala ala video motivasi dengan latar pemandangan atau aktivitas tokoh yang heroik, narasi dari tokoh-tokoh pendukung ini justru dibuat halus, lewat adegan-adegan penting yang sayang sekali kalau kita lewatkan. Karena membuat saya ingin mengutip kata-kata mereka.
Ide cerita yang sebetulnya sudah umum ini mungkin akan terasa hambar jika eksekusinya asal-asalan karena ending yang bisa ditebak pada film-film sosial seperti ini biasanya open ending dengan perasaan bahagia, penonton tidak lagi penasaran apakah Moko akan menikah dengan Maurin karena dengan konflik yang terselesaikan dengan bahagia, penonton sendiri sudah merasa puas. Namun dengan sentuhan ajaib Yandi Laurens, film ini berhasil membuat penonton menangis dan bahkan orang yang bukan generasi sandwhich pun bisa ikut larut dalam film.
Satu lagi, pemilihan tokoh yang baru dan tidak itu-itu saja membuat film ini unik. Kita tidak lagi melihat si aktor yang itu-itu saja, justru kehadiran tokoh-tokoh baru yang jarang kelihatan di dunia entertainment menjadi idola baru dan spontan (uhuy) membuat saya mencari nama-nama mereka di google. “Siapa sih dia? Aktingnya keren!” (Ano dan Ais yang baru saya lihat di layar kaca)
Terakhir banget nih, saya kagum oleh akting Freya saat ia dijemput di tempat kerja oleh kakak-kakaknya, adegan itu bikin saya nangis! Saya harap sih, Freya tidak seperti member jkt48 lainnya yang ketika mulai banyak tawaran film memilih graduate.
Terimakasih sudah membuat film ini, semoga ide-ide cemerlang lain bisa membuat perfilman Indonesia semakin bersinar.
Bandung, Januari 2025
SNA