Review Film 2024 :

Dua Hati Biru

Sarah N Aini
2 min readMay 23, 2024

Lanjutan dari Dua Garis Biru yang memunculkan tanda tanya.

“Jadi anaknya Bima dan Dara dirawat siapa?”

Kisah percintaan remaja yang merupakan film parenting sih kalau menurut saya, karena di dalamnya penuh dengan fakta bahwa pernikahan dini tidak selalu mulus dan benar-benar perlu kesiapan yang matang.

Jika pernikahan dengan jalan terpaksa, lalu yang menjadi korban sudah bisa ditebak, pasti anaknya.

Tidak ada teori khusus mengenai film ini, hanya ada beberapa permasalahan yang diangkat dalam film yang erat dengan kondisi Indonesia tentang konflik dalam pernikahan.

Cerita juga tidak berfokus pada satu permasalahan atau percintaan suami istri muda : Dara dan Bima, namun keduanya seimbang meski menjadi permasalahan utama dalam film.

Setelah hubungan mereka membaik sebagai suami istri, kondisi ekonomi karena Bima tidak bekerja sesuai ekspektasi Dara, akhirnya menimbulkan permasalahan baru yang berkaitan dengan kondisi saat ini. Pendidikan dalam pernikahan yang tidak setara, kondisi ekonomi dari masing-masing keluarga yang juga jomplang, hingga perbedaan pola pikir dua keluarga mengenai pentingnya menjunjung tinggi mimpi dan karir di masa depan yang menjadikan itu semua konflik dalam rumah tangga Dara-Bima.

Kondisi Bima yang selalu berada di bawah perintah Dara membuat konflik semakin seru karena selain karakter Dara yang digambarkan sebagai perempuan mandiri berprinsip serta kritis, membuat Bima sulit mengaturnya dan menyeimbangkan antara kemauan istri dan ibunya dalam pengasuhan anak mereka, Adam.

Akting yang tidak bisa diragukan lagi dari Cut Mini dan Lulu Tobing, membuat kondisi dalam rumah tangga mereka semakin nyata kita rasakan. Dilema menuruti ibu atau mertua yang kerap kali membuat pasangan ini lagi-lagi berkonflik.

Di awal film saya kira konflik yang dibangun akan rumit seperti sinetron rumah tangga pada umumnya, namun konflik dalam film ini begitu sederhana. Seperti masalah komunikasi dan perbedaan kesetaraan. Benar-benar akar permasalahan dalam rumah tangga kan?

Angga Yunanda yang digambarkan sebagai sosok ayah yang family man membuat kita nyaman menontonnya hingga selesai karena sosok ayah seperti Bima cukup jarang dalam kehidupan berumah tangga di Indonesia yang katanya negara fatherless. Ke-family man- an Angga sedikit mengobati fakta bahwa negara kita se fatherless itu.

Metode-metode pengasuhan yang secara implisit diberitahukan lewat adegan-adegan sederhana dalam film membuat kita mengerti dan paham apa saja pengaruh orang dewasa terhadap perkembangan anak-anak mereka.

Film ini walaupun bertema keluarga dan mengajarkan kita bagaimana menjalani kehidupan berumah tangga dengan konflik-konflik yang pasti ditemukan pada pasangan suami istri, tidak seperti menggurui penonton dan mendoktrin bahwa teorinya begitu, teorinya begini. Namun penonton digiring dalam setiap adegan untuk memahami solusi apa saja yang harus ditemukan dalam sebuah konflik berumah tangga.

Sebuah film yang cocok untuk disaksikan bersama keluarga terutama pasangan suami istri, siapa tahu, yang awalnya sedang berkonflik menjadi adem kembali.

Saya pribadi terpukau dengan akting Farrel Rafisqy sebagai Adam. Akting yang begitu alami sehingga saya benar-benar merasa Farrel adalah anak Angga dan Nurra betulan.

SNA

Bandung, April 2024

--

--

Sarah N Aini
Sarah N Aini

Written by Sarah N Aini

bekerja adalah untuk menabur manfaat, bukan untuk dilihat.

No responses yet