Review Film 2023: Petualangan Sherina 2
Tentu Saja Ini Berisi Spoiler
Halo, jangan bosan ya baca ulasan film lagi, karena mungkin suatu hari kamu akan ada di fase butuh hiburan tapi ingin tetap diam tak diganggu atau nggak usah panas-panasan dan jalan ke sana ke mari. Suatu hari mungkin saja pergi ke bioskop adalah hiburan sunyi sendiri namun mengobati kelelahan hari-hari sibukmu.
Film ini sudah tentu sesuai dengan ekspektasi saya, karena judul yang sama dengan film pertamanya di awal tahun 2000an, membuat saya selalu terframing bahwa film Indonesia yang legend lalu dibuat lanjutannya setelah sekian belas tahun bahkan sekian puluh tahun, ceritanya akan sama saja. Hanya latar dan tema yang diubah.
Namun di sisi lain, walaupun ceritanya mudah ditebak dan semua karakter tokohnya sama dengan film pertamanya, tentu saja film ini membuat manusia tahun 90an terobati rasa kangennya. Kangen dengan suasana masa kecil, aroma nostalgia, dan hiburan-hiburan masa lalu yang teringat sampai sekarang.
Obat juga buat manusia 90an yang rindu pada film anak-anak yang artisnya bisa sampai terkenal sampai puluhan tahun ke depan. Dibandingkan film anak-anak zaman sekarang (yang sangat minim), mana kita tahu kalau artis-artis cilik itu masih terkenal atau tidak sampai sekarang.
Tokoh Sherina dalam Petualangan Sherina 2 menurut saya terlalu lebay, tidak seperti budak koorporat pada umumnya, apalagi di kota besar yang jangankan untuk olahraga pagi menyapa mentari lalu pergi ke kantor dengan perasaan riang gembira, pergi kerja aja wajahnya udah kayak manusia setengah tidur karena bergelut dengan kemacetan, wajah romusha, dan wajah budak-budak yang menanti akhir pekan. Kalau saja karakter Sherina dewasa dibuat natural seperti karakter Saddam dewasa, mungkin film ini double perfectnya. Karakter Saddam dewasa tuh kan realistis ya, pria dewasa yang sudah tak ingin diatur-atur wanita apalagi teman spesialnya, marah ketika Sherina bebal tak bisa diatur, itu kan memang alamiahnya seperti itu.
Siapa juga yang nggak kesel kerjaan kita diatur-atur sama orang yang bahkan baru tahu tentang bidang pekerjaan kita?
Selain karakter para tokoh utama yang menjadi highlight saya, karakter Isyana juga bikin saya greget. Julid dan sombongnya sih keren ya, sudah tidak bisa diragukan lagi, tapi kenapa harus dibuat sama dengan karakter Kartarajasa di Petualangan Sherina 1? Tokoh orang kaya banget tajir melintir yang haus akan kekuasaan, panas kalau temennya punya hewan langka baru, akhirnya jadi bos pemburu.
Jujur saya menunggu hal yang baru dalam Petualangan Sherina 2 yang berbeda dari film pertamanya.
Latar tempat rumah Isyana dengan konsep ala-ala rumah bangsawan eropa dengan pesta gaun bulu-bulu seperti pertunjukkan broadway membuat saya membandingkan dengan Petualangan Sherina 1 karena hal tersebut tidak relate di negara kita. Mungkin ada ya, orang yang bikin pesta megah di rumahnya seperti karakter Isyana di film ini, tapi menurut saya itu bukan hal yang umum. Penampilan Sherina dan Saddam di rumah Isyana jadi nanggung, “Cantik banget, Neng!” Ucapan Saddam saat melihat Sherina pakai gaun di pesta itu menurut saya kurang kena, karena terkesan memaksa dengan gaun hiasan bulu-bulu di kepala. Lebih cantik saat Sherina nyanyi di gudang yang terkunci.
Hal-hal yang melokalnya jadi kurang banget di film keduanya ini. Kalau di film pertamanya kita disuguhkan banyak khas lokal suku sunda terutama Bandung dari bahasa sunda yang digunakan penduduk yang lewat, logat ayah Saddam, tukang sayur saat Sherina menyelundupkan diri ke mobil sayuran, Surabi, Bosscha, kebun teh Lembang, sampai celotehan bahasa sunda si penculik. Sementara di film ke duanya, lokalitas Kalimantan tidak terlalu ditonjolkan, hanya hutan dan sungai yang saya rasa tidak terlalu menunjukkan Kalimantan banget. Karena hutan di Indonesia tidak hanya Kalimantan.
Kalau lihat Bosscha, kita langsung ingat Sherina, lihat kebun teh Lembang, ingat Saddam dan Sherina yang lari-lari, bahkan seremeh Hansaplast dan Chacha pun identik dengan film Sherina. Sayangnya, saya tidak menemukan hal-hal tersebut di film ke dua ini.
Semuanya seperti mengulang film pertama versi dewasa.
Namun saya tetap menikmati setiap detik filmnya. Karena sang legenda tak pernah disia-siakan kehadirannya, maka kekurangan-kekurangan tersebut tidak terlalu berarti bagi saya yang menunggu kehadiran idola anak 90an kembali menghibur kami. Ditambah lagi lagu-lagu yang disesuaikan dengan kondisi film ke dua ini membuat saya ingin berdiri sambil bertepuk tangan sehabis film selesai diputar.
Juga, yang juara dalam film Petualangan Sherina adalah selalu menghadirkan issu lingkungan. Issu lahan perkebunan yang akan dijadikan lahan bisnis di Petualangan Sherina 1 dan issu orangutan di film ke duanya ini. Sehingga ketika saya melihat perkebunan Lembang rasanya selalu nyess bikin hati teriris, apalagi realita sekarang di Lembang yang sudah banyak dijadikan lahan wisata, serta saat Sayu dan ibunya diceritakan dalam film, saya merasa sangat sedih, bahagia, sekaligus khawatir. Bagaimana nasib orangutan ini kelak?
Mungkin tak ada salahnya kalau kita berharap nanti akan ada Petualangan Sherina 3 dengan ide yang benar-benar fresh. Siapa tahu kan? ya, asal jangan sampai ada sinetronnya aja sih.
SNA
Bandung, 12 Oktober 2023