Review Film 2022
Mencuri Raden Saleh
Entah kenapa, semenjak pandemi mulai mereda, saya jadi penasaran dengan film-film Indonesia yang sedang tayang di bioskop. Biasanya, saya selalu skeptis pada film-film Indonesia yang hanya menyajikan tema percintaan dan hantu-hantuan dengan bumbu wanita seksi, tapi ketika melihat beberapa judul yang menurut saya pantas ditonton dan layak untuk saya pergi ke bioskop, akhirnya saya selalu penasaran, semaju apakah ide cerita film-film Indonesia kini.
Seperti film yang akan saya coba ulas ini, awalnya saya kurang tertarik dengan pemain yang itu-itu saja, artis muda yang deretan film, sinetron, dan seriesnya sudah ramai, saya pikir film ini hanya menjual nama para pemain yang sedang booming saja, tapi satu hal yang akhirnya membuat saya pergi untuk menonton yaitu tadi, dari judulnya.
Saya tidak terpikir film ini bergenre Heist pada awalnya, ekspektasi saya dengan judul yang unik dan mengusung nama seorang pelukis legenda seperti ini larinya akan ke genre fantasi, seperti perjalanan waktu dari masa kini ke masa lalu, sebuah kisah yang bisa diangkat lebih menarik karena tema-tema sejarah dan perjalanan waktu belum pernah populer di negara kita.
Namun nyatanya film ini bercerita tentang pencurian sebuah lukisan yang dibuat oleh Raden Saleh, lukisan yang berjudul “Penangkapan Diponegoro” dari ide cerita ini menurut saya berhasil membuka pintu sejarah baru bagi penonton tentang siapakah Raden Saleh dan ilmu tentang lukisan yang sedang diperebutkan. Ide baru dalam dunia perfilman yang menurut saya patut diacungi jempol, walaupun sebelumnya sudah ada film yang mengusung tema sama, Comic 8, namun pemilihan tokoh serta pengembangan ide cerita yang dihubungkan dengan sejarah menurut saya menjadi ide segar yang diramu dengan matang. Saya rasa, bagi masyarakat kita menyelipkan sejarah pada film-film dengan ide cerita populer seperti ini menarik, karena beberapa film sejarah garapan Hanung Bramantyo rasanya belum pernah sampai se-hype ini, ya itu tadi, masyarakat kita belum melek sejarah.
Dari ide cerita tersebut, penggabungan unsur sejarah-seni rupa-perampokan, tidak heran kalau penontonnya sudah menembus lebih dari 1 juta, belum lagi pemilihan tokoh yang tepat, memborong semua pemain muda yang sedang naik daun.
Awalnya memborong aktor-aktor muda ini terlalu berlebihan menurut saya, meningat banyak sekali film dan series Indonesia yang melakukan hal sama namun pada akhirnya terasa hambar. Namun penokohan yang cukup kuat membuat film ini punya porsi yang pas pada setiap tokoh yang muncul.
Unsur romantisme dalam film juga tidak terlalu ditonjolkan seperti film Indonesia pada umumnya, yang mungkin karena tokohnya borongan aktor muda, sepertinya akan ada scene-scene percintaan klise yang hambar, namun pada film ini, pasangan yang disajikan dalam beberapa tokoh hanya menambah karakter-karakter agar semakin kuat dan jelas posisinya dalam alur film.
Hal yang unik lain dari cerita ini adanya plot twist yang disajikan dengan cara berbeda pada beberapa scene, tidak hanya sekedar hal yang tak terduga yang disajikan untuk penonton, namun juga cara penyampaian tiap plot twistnya unik, setting waktu flashback yang digunakan pada penyajian plot twist membuat saya berpikir mungkin dibutuhkan waktu yang sangat lama untuk menemukan trik itu pada film Indonesia, karena kalau kurang analisis dan bidikannya tidak jauh, bisa-bisa plot twist yang disajikan akan klise dan mengambang.
Kekurangannya ada pada universe yang diciptakan di film ini, universe negara kita sendiri, namun ada nama presiden yang dibuat khusus untuk film ini membuat kesan kurang kuat, nama presiden fantasi yang kurang digambarkan karakternya sehingga timbul pertanyaan, apa motif lukisan ini dicuri, terlepas dari siapa dan apakah dibalik presiden fantasi ini akan dijelaskan dalam film keduanya, sepertinya saya kurang melihat kekuatan dari karakter si presiden tersebut. Mungkin jika penyebab pencurian tersebut dijelaskan hubungannya dengan negara dan pemerintahannya, akan sangat menarik karena penonton dibawa berfantasi seandainya hal tersebut terjadi atau bahkan sebenarnya hal tersebut pernah terjadi di negara kita dalam dunia nyata. Seperti serial I’m Number Fournya Pittacus Lorre yang berhasil membawa pembaca sulit membedakan dunia fantasi dan dunia nyata.
Film yang menghasilkan gairah baru dalam banyak segi, mulai dari penulisan skenario dan ide cerita, penyutradaraan, pemilihan tokoh yang pas, setting tempat dan waktu, hingga manajemen konflik yang apik ini patut diapresiasi agar perfilman Indonesia semakin baik lagi.