Puisi Indomie (Bagian 1)
Hujan bukan hanya milik penikmat Indomie dengan film dan secangkir kopi panas, mengepulkan asap asap yang hangat di balik selimut beludru tebal
Hujan bukan hanya milik penikmat masa lalu dengan sejuta kenangan, dengan memori dalam foto berbingkai di samping tempat tidur
Hujan bukan hanya milik penikmat musik dengan alunan gitar menggetar sanubari, menciptakan lirik-lirik dan kenangan di antara genangan
Hujan bukan hanya milik tukang tidur dengan kasur dan sejuta mimpi dengan kehangatan bantal bertumpuk
Hujan bukan hanya milik anak anak dengan kaos lusuh dan celana pendek yang berlari di antara genangan, melompat agar air dalam kubangan menyembur rok nona nona yang menjerit kebasahan
Hujan bukan hanya milik warung Indomie rebus dengan telur dan kerupuk yang disuguhkan pada orang yang berteduh mengaduh aduh, basah kedinginan kelaparan
Hujan bukan hanya saja milik anak anak yang tertidur pulas dininabobokan ibu mereka di tengah petir menggelegar, membelah langit, membuat jerit, agar anak mereka tak risau karena dijanjikan mentari esok
Hujan juga milik pedagang asongan yang berlari karena rokok dagangannya kebasahan
Hujan juga milik ojeg payung dengan kuyup menggigil namun tetap berharap recehan
Hujan serta merta milik orangtua yang mengarungi sungai buatan dengan sampah kasur dan televisi ikut mengambang, mencari anaknya yang hilang karena terlalu lemah untuk berenang
Hujan juga milik mereka dengan mata setengah sadar di tengah malam yang harus membuang air kotor berlumpur dari kamar dan dapur
Hujan milik para pengungsi yang menadah air turun dari atap tenda yang bocor
Hujan juga milik anak jalanan yang bersembunyi di dalam angkot tak berpenghuni, berharap belas kasihan semu yang tak kunjung bertemu
Hujan juga milik petugas kebersihan yang menghela nafas panjang karena sampah berhamburan
Hujan juga milik para pejabat, yang sedang mengumpulkan bantuan dan memanggil wartawan, agar besok namanya harum disebut sebagai pahlawan
Hujan lalu juga milik warga yang diberi bantuan, merelakan harga dirinya tergadai lalu hanyut bersama banjir demi mendapat beras dan Indomie dari pejabat yang memaksa mereka tersenyum sambil menjabat tangan di depan semua kepalsuan
Hujan milik siapa? Hujan tidak berpihak, ia baik pada kesabaran, ia jahat pada ketamakan
Bandung, 8 Ramadan 1441 H, Hujan deras di awal Mei 2020
📷 kaskus.co.id