Pikachu Setengah Dua Pagi
Di suatu pagi, setengah dua pagi, dengan mata sayu dan kaki gontai, aku menyandarkan bahu di kursi depan sebuah mobil travel
Pagi ini, setelah tidur dulu dua jam sepulang bekerja, aku kembali bergegas ke tempat peruntunganku selanjutnya,
Kupikir hanya aku yang lelah dengan dunia yang itu-itu saja,
awal pekan menanti akhir pekan, setibanya akhir pekan tidur-tiduran hingga senin kembali menjelang
kupikir juga di usia kerja seperti ini rasanya sulit sekali untuk bisa sakit, tidak bisa berlama-lama di atas kasur untuk istirahat,
harus lekas bergegas mengejar apa?
apa yang kita — orang dewasa kejar —
hidup untuk makan atau makan untuk hidup?
Aku bersandar pagi itu, yang seharusnya tidur nyenyak di atas kasur untuk kerja kembali esok harinya,
Aku melihat Pikachu — pria berkostum pikachu dengan kaki telanjang pukul setengah dua pagi —
mana ada kendaraan yang masih mau berkeliaran dan membuka jendelanya untuk sekedar memberi recehan pada pikachu setengah dua pagi?
atau seseorang yang keluar dari mini market setengah dua pagi dan memberikan dua ribuannya pada pikachu bertelanjang kaki
Aku semakin kerdil, menutup mata, tertawa dalam hati, menangis dalam hati, seperti mendengar kabar bahagia seorang teman, — tersenyum karena bahagia serta menangisi nasib diri yang tak dinamis —
tanggung jawab yang sebenarnya tidak ingin kita ambil, semestalah yang memberikannya tiba-tiba pada kita, seiring usia yang menua, menuntut kita untuk menganggap kebosanan rutinitas itu baik-baik saja, patut disyukuri memang, namun kita juga dituntut jangan mengeluh
Kehidupan yang tak pernah kubayangkan akan terjadi saat dulu aku duduk mendengarkan guru mengoceh mengundang kantuk,
Kehidupanku yang normal, menjadi orang biasa — orang dewasa yang bekerja — mencari peruntungan dan kebahagiaan di setiap akhir pekan dengan tidur seharian, atau jalan-jalan, atau makan makanan kesukaan, lalu beranjak ke senin lagi —
Kehidupanku yang bukan siapa-siapa, bukan orang penting, bukan selebgram, bukan manusia populer yang setiap orang mengenal sosokku, bukan teman yang selalu diharapkan kehadirannya, bukan pula anggota keluarga yang selalu ditunggu di ambang pintu, hanya orang biasa yang kemudian merasa kerdil sekali setelah melihat Pikachu setengah dua pagi masih mencari rezeki
Bukan siapa-siapa yang istimewa, namun merindukan kehidupan bahagia di dunia dan kelak di surga, salahkah?
SNA
Bandung, 19 Agustus 2022