Mushab bin Umair : Muda Tampan Kaya Raya, Mati Masuk Surga
Disarikan dari ceramah Ust. Salim A Fillah
Pernah nggak sih, kalian ketemu sama orang yang berkarisma, dia pake baju apa aja cocok gitu, mau baju obral juga keliatan mahal?
Nah zaman Rasulullah dulu hadir sosok seperti itu, dialah Mushab bin Umair, sosok berkarisma yang kalau dia lagi duduk sendirian merenung atau ngaso, pasti ada sahabat yang menemaninya. Kayaknya semua orang suka kalau deket-deket sama doi. Pake baju apa aja cocok, wajahnya bersih terawat, ganteng, nggak tau lah skinker apa yang membuat wajahnya kayak gitu yang jelas skinker utamanya air wudu (kalau saya tambah kayu putih sama fresh care)
Mushab bin Umair lahir dalam keluarga kaya, ibunya mensuplai kebutuhan doi sampai ke urusan wajahnya, skinker mahal sampai minyak-minyak wajah disuplai oleh ibunya, dimanja sama ibunya lah intinya, namun ketika ketauan ibunya kalau doi masuk agama Muhammad, ibunya marah dan memotong fasilitas itu sampai ketika musim dingin wajahnya mengelupas kayak ular berganti kulit. Hidupnya berubah 180 derajat, dari pemuda kaya raya ganteng berkarisma, jadi pemuda yang amat sederhana (tapi tetep berkarisma) — catet!
Mushab adalah seorang yang intens belajar, doi tidak kehilangan pesonanya walaupun sudah diboikot oleh ibunya — unta metiknya ditarik, rekening banknya diblokir, Mushab juga sosok yang supel, gampang berbaur karena orangnya asik dan karismatik (sayangnya terpaut usia 1400 tahun sama saya). Walaupun sudah jadi sobat missqueen, doi tetap banyak temannya, kalau lagi jalan pasti ada yang menemani, beliau pandai memilih obrolan dengan semua orang, (misal kalau sama si A ngobrolin otomotif seputar unta kopling dan unta metik, sama si B ngobrolin saham)
Gimana nggak berkarisma dan banyak teman?
Tahun ke 12 kenabian, orang-orang Aus dan Khazraj semakin banyak di Madinah, mereka meminta utusan agar semakin banyak tokoh-tokoh di Yastrib yang masuk islam.
Diutuslah seorang duta — Mushab bin Umair yang ditemani oleh satu orang utusan bernama Abdullah bin Ummi Maktum.
Seperti himpunan mahasiwa sekarang, dulu tugas Mushab dan Abdullah juga terstruktur:
Mushab : sebagai bidang kaderisasi
Abdullah bin Ummi Maktum : pembinaan dan pengajaran
Singkatnya, untuk membuat tokoh-tokoh ini masuk islam, mereka berdua harus bertemu tokoh penting, sosok itu bernama Sa’ad bin Mu’adz. Tapi kan orang penting nggak mudah ya untuk didekati, maka mereka harus mendekati orang yang levelnya bawah dulu, ketemulah mereka sama As’ad bin Zurarah yang benci sama mereka berdua karena udah mempengaruhi orang-orang Madinah jadi pengikut Muhammad.
Duh, muter otak lah dua utusan ini, sampai akhirnya bertemu dengan salah satu Anshar yang diam-diam memeluk islam,
Mushab berkata pada seorang Anshar itu,
“Kamu coba tolong adukan kehadiran kita ke As’ad bin Zurarah!” Gitu lah intinya disuruh ekting pura-pura belum log in.
“Tuanku, gawat, tuanku!” Utusan Anshar itu membuat skenario,
“Ada apa?” tanya As’ad cemas,
“Ada utusan dari Mekkah yang berbahaya! Mereka membawa ajaran Muhammad dan telah membuat orang-orang bodoh di antara kita masuk islam!”
Ekting yang bagus!
“Ayo kita temui!” As’ad marah sambil membawa tombaknya.
“Duduklah!” Mushab bin Umair membuat As’ad kagum dengan pesonanya, ia menurut untuk duduk dan menancapkan tombaknya,
“Sok mau ngomong apa?” As’ad sudah rada tenang, gimana nggak tenang, orang yang di depannya berkarisma banget.
Singkat cerita, As’ad bin Zurarah masuk islam karena kepiawaian Mushab dalam mengamalkan ilmu komunikasinya dan mereka akhirnya berencana membuat Sa’ad bin Muadz masuk islam juga.
Tentunya dengan cara yang sama dengan yang mereka lakukan pada As’ad bin Zurarah. Dengan cara dijebak. Dijebak log in.
Suku Aus sudah selesai, artinya suku Aus sudah masuk islam, sehingga target mereka selanjutnya adalah suku Khazraj.
Ilmu komunikasi canggih Mushab masih harus bekerja!
Tersebutlah seorang tokoh bernama Sa’ad bin Ubadah yang sangat dermawan, kalau kita ngutang, nggak usah kasih alasan belum gajian, karena Sa’ad bin Ubadah nggak akan nagih. Sehingga Mushab melihat ini sebagai taktik baru, mereka membagikan uang kepada suku Khazraj.
“Siapa ini yang lebih dermawan dari aku?!” ucap Sa’ad bin Ubadah. Jadi inget Pak Haji Muhidin yang kaya raya di sinetron Tukang Bubur Naik Haji.
“Engkau adalah orang yang dermawan dan baik hati,” kalimat pembuka Mushab melancarkan aksinya yang membuat Sa’ad bin Ubadah terbang ke langit. Dipuji-puji sama orang ganteng, siapa yang nggak salting?
Setelah obrolan dan retorika Mushab kepada Sa’ad bin Ubadah, akhirnya Sa’ad masuk islam. Dengan sempurnanya keislaman suku Aus dan Khazraj,
Siaplah Madinah menerima orang-orang Muhajirin Mekkah.
Sa’ad yang hartanya dimana-dimana, rumahnya besar dan megah (kalau saya kebayangnya rumah indosiar) dibagi ke dalam 81 kamar untuk para Muhajirin (kalau saat ini mungkin juragan kontrakan). Hingga tiba suatu waktu, saat Umar dan Abu Bakar membicarakan kebaikan Qais bin Sa’ad kepada Nabi, Qais adalah putra Sa’ad yang sama dermawannya.
“Ini gimana, harta dibagi-bagi, utang nggak ditagih, dermawannya nggak ketulungan" (pengen jadi temennya Sa’ad bin Ubadah tapi lagi-lagi terpaut 1400 tahun)
Mendengar itu, Sa’ad langsung marah, “Kalau anak saya diajarin pelit, siapa yang akan membela saya?”
Gila — ketika harta udah nggak ngaruh lagi di mata orang-orang mukmin, sementara saya cuma bisa ngelamun kalau ngasih ongkos 20.000 karena ngiranya uang 2.000
Rasulullah suatu hari menangis ketika melihat Mushab bin Umair memakai baju penuh tambalan dengan rambut yang berantakan, bibir pecah-pecah dan kulit yang mengelupas, sehingga beliau bertanya pada para sahabat,
“Jika kalian suatu hari dalam keadaan yang baik duduk di atas singgasana dengan harta dan kedudukan, manakah keadaan yang lebih baik, saat itu tiba ataukah saat ini?”
Para sahabat yang pada saat itu sedang miskin-miskinnya menjawab, “Tentu saja pada saat itu tiba, ya Rasulullah!”
Namun seketika Rasul menggeleng, “Sesungguhnya saat yang terbaik adalah pada saat ini!”
Keadaan saat ini adalah keadaan yang sangat baik karena penuh dengan amal saleh.
Saat perang Uhud, Mushab yang membawa panji Rasulullah SAW ditebas tangan kanannya oleh Ibnu Khumai’ah, seketika tangan kanannya putus, lalu Mushab memegang panji itu dengan tangan kiri, sambil membaca sepotong ayat, “Nabi Muhammad itu hanya Rasul, sebelum dia ada Rasul. Apakah jika beliau mati atau terbunuh, aku akan berbalik ke belakang?”
Hal ini diartikan oleh Ibnu Khumai’ah bahwa Mushab adalah Rasul, sehingga setelah tangan kirinya ikut ditebas, lehernya juga ditebas,
“Aku telah membunuh Muhammad! Muhammad telah mati!”
Mushab dikira Nabi, karena perawakannya yang mirip. Saat sebelum syahidnya, Mushab mengetahui kalau ia dikira Rasul, namun tugasnya adalah untuk melindungi Rasulullah SAW Sehingga ia tidak mengelak pada musuh.
Ketika Mushab gugur di perang Uhud, Abdurrahman bin Auf yang kaya raya, tapi tidak bisa dibedakan dengan budaknya karena saking sederhana dan tawadunya (saya juga tawadu, tara mawa duit), beliau menangis sambil berkata, “Mushab selama hidupnya tidak pernah makan roti selembut ini, ketika ia akan dikafankan, kainnya tidak cukup, hingga jika kita menarik ke kepala, bagian kakinya kelihatan, sehingga kita harus menutupnya dengan dedaunan.” (habis baca ini, nggak papa ya, nggak punya baju lebaran juga :’(
Hamnah binti Jasyi, istri Mushab bin Umair ketika kakaknya — Abdullah bin Jasyi syahid, hanya menangis biasa saja, namun ketika suaminya dikabarkan gugur, ia jatuh pingsan.
Rasulullah memberikan komentar atas hal itu, “ Lihatlah lelaki itu, begitu cinta istrinya kepadanya"
Mushab lebih baik dari kami dan telah mendahului kami — Abdurrahman bin Auf
Itulah kisah Mushab bin Umair, yang dijuli Al Khair, Mushab yang baik hati.
Sumber :
Kisah-kisah Orang Sholeh : Warna-warni Kisah Mush’ab bin Umair
https://saforiginal.id/my-events/
SNA
Bandung, 28 Ramadan 1444 H
19 April 2023