Mengeja dengan Seksama
Berapa kali kita berpikir bahwa kita tetap baik-baik saja?
Setelah menampung sekian banyak tanda tanya, menerima tanpa bertanya lalu mengiyakan tanpa bicara?
Seberapa sering kita berpikir bahwa kita tetap baik-baik saja ketika membiarkan semuanya berjalan seperti biasa? seperti kebanyakan orang melakukannya tanpa ada pertanyaan, mengapa?
Mengapa kita membiarkan hal buruk menjadi budaya? membiarkan keseharian yang biasa saja menjadi keharusan bahkan jika tidak terjadi akan terasa asing?
Mengobrol lama-lama tanpa makna, mengunyah beberapa makanan lalu menelantarkan piring-piringnya berserakan tak beraturan
Membiarkannya saja begitu karena sudah ada tugas yang membereskannya, membuka gelas-gelas air mineral tanpa kita menghabiskannya, membuka lagi gelas air mineral tanpa tanggung jawab terhadapnya, setidaknya jika tidak ingin dihabiskan, bersihkan sampahnya- merokok di tempat makan pinggir jalan sesudah makan, bahkan di depanmu ada seseorang yang masih menikmati makanannya, memakan separuh porsi makanmu lalu membiarkannya hingga petugas pencuci piring membuangnya bersama sampah-sampah makanan lainnya- membeli lagi beberapa makanan ringan untuk teman ngobrol namun lagi-lagi berakhir di tempat sampah menjadi limbah yang dicampur dengan makanan bahkan sampah lainnya seperti puntung rokok, tissu, dan bungkus permen
Lalu mengapa kebiasaan buruk ini menjadi biasa saja sehingga terasa asing jika tidak ditemukan dengan sengaja? Apakah kita yang salah? membuat hal-hal seperti ini mengakar jadi budaya?
Berapa kali kita harus sering belajar mengeja dengan seksama? bahwa kebersihan bukanlah isapan belaka di negeri ini?
Bandung, 2020