Mamah Muda Berpendidikan Tinggi Tidak Akan Mendaftarkan Anaknya ke SD Negeri
Kalimat tersebut saya dapatkan dari salah seorang teman saya yang ngajar di SD Negeri, dia bilang begitu karena saat pembelajaran jarak jauh seperti ini merasa kesulitan menyampaikan informasi pada orangtua siswa dan siswanya.
“Ih ada loh, orangtua yang nggak punya HP, kasian banget, anaknya kalau ada tugas harus nebeng ke HP tetangga.”
Saya juga jadi ingat saat teman saya yang ngajar di Kabupaten Tasikmalaya, bingung saat mau memberikan tugas pada siswa SMA, “Bingung, Sar, ada anak SMA yang nggak punya HP. Mau ngasih tugasnya gimana.” dipikir-pikir, kalau di kota, mungkin sudah hampir tidak ada anak yang nggak punya HP, anak SD aja udah punya HP bahkan bisa pake fitur yang lebih canggih daripada gurunya.
Sehingga tidak heran kalau ada berita yang menyatakan ada hampir 10 juta anak putus sekolah, beritanya di sini.
Lalu teman saya yang menyatakan kalimat di judul tulisan ini tiba-tiba ngomong, “Ya iyalah, kamu sekolah swasta, orangtuanya pasti mampu mensupport anak-anaknya biar PJJ lancar bisa lewat video meeting. Lah, kalau aku, ngajar di SD negeri yang orangtuanya boro-boro mikirin HP yang mendukung, mayoritas mereka juga susah cari makan, beras nggak ada, sebagian besar gaptek juga karena pake HP cuma buat buka medsos sama selfie. Bahkan masih ada yang pake HP keypad.”
Bukan maksud untuk mengeneralisir, namun kenyataan di lapangan bahwa kita tidak siap dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Untuk mengisi kuota internet bagi kalangan tertentu bukanlah hal yang mudah, butuh pengorbanan seperti nggak beli lauk makan, atau pake uang jajan, atau bahkan menghemat beras buat beli kuota internet. Kalau apa-apa serba online, maka semuanya kena dampak, kuota internet nambah, bayar listrik nambah, beli bahan pokok dikurangin.
“Lah, bukannya ibu-ibu sekarang udah pada canggih ya, HPnya?” saya masih belum percaya kalau ada ibu-ibu yang nggak ngerti cara buka google document, sementara status WAnya aja selalu update
“Boro-boro! buka link buat daftar sekolah aja bingung, apalagi buka google classroom. Ibu-ibu kayak gitu mah canggih kalau urusan selfi! makanya, kalau emak-emak muda, berpendidikan, apalagi support dananya kuat, nggak akan masukin anaknya ke SD negeri.”
Saya menutup chat itu dengan tertawa saja, karena ini fakta, sekaligus kenyataan pahit yang harus saya terima kalau pendidikan di negeri ini masih tarik ulur dengan keadaan ekonomi yang belum baik sambil saya terus mantengin curhatan temen saya ini, yang katanya HPnya harus ganti karena memori udah nggak cukup. Saya juga lagi-lagi tertawa sekaligus ingin menangis, karena memori HP saya full sehingga WA saya ngehang dan semua data di WA hilang.
SA, Juli 2020