Langit Sedang Ramai dengan Harapan dan Beribu Janji

Sarah N Aini
4 min readApr 16, 2020

--

Kelak, ketika masing-masing kita sudah berbenah, mari kita berjanji agar melakukan apapun kebaikan dengan lebih baik lagi

Kapal kita sedang berlayar mengarungi samudera dan melawan ombak. Kita menanti dermaga yang masih entah di mana

Janji-janji dan harapan berpilin menyatu berlomba lomba terbang ke langit

Janji janji itu sudah ditulis dan tak akan bisa dihapus, jangan sampai kita menyesal, seperti para ahli kubur yang minta dikembalikan kembali ke dunia karena menyesal, menyesal tidak berbuat baik, menyesal tidak bersedekah.

Ada sebuah kisah indah dari buku “Dalam Dekapan Ukhuwah” -nya Ust. Salim A Fillah

(ini buku lama, jadi mungkin sudah sering didengar dan dibaca oleh pembaca sekalian)

Dikisahkan ada seorang laki-laki budak seorang raja, ia mengumpulkan dirham demi dirham untuk menebus kemerdekaan dirinya. Akhirnya merdekalah pria itu dan ia memutuskan untuk menikah, setelah anaknya selesai disusui selama 2 tahun, sang istri meninggal dunia, rupanya tugasnya di dunia hanya sampai menyusui anaknya.

Sang ayah hidup mengurus anaknya seorang diri, hingga ia mengumpulkan uang untuk membeli sesuatu agar ia dan anaknya bisa berjihad dan syahid.

Hari itu tiba, ia berhasil membeli seekor Kuda dengan uangnya, ia merawat Kuda indah dan Gagah itu dengan kasih sayang, hingga tetangganya kagum pada Kuda tersebut. “Kau membelikan uangmu untuk membeli Kuda itu, sementara rumahmu tidak layak? Bodoh sekali!” Para tetangga mencemooh.

Sang Ayah hanya berkata, “Aku tidak tahu, ini rahmat atau musibah, aku hanya berbaik sangka kepada Allah.”

Hingga suatu pagi, Kudanya hilang dari kandang, ia mendapati kandangnya kosong dan sudah pasti Kudanya kabur, tetangga mereka pun kembali berujar, “Sayang sekali Kudamu hilang!”

Lalu sang Ayah mengusap kepala anaknya dan keduanya kembali berujar, “Aku tidak tahu, ini rahmat atau musibah, aku hanya berbaik sangka kepada Allah.” Dengan atau tanpa Kuda, mereka akan tetap pergi berjihad.

Mereka bekerja lagi dengan giat karena ingin membeli Kuda lagi. Namun 3 hari kemudian, terdengar suara gaduh dan riuh dari kandang Kuda, rupanya sang Kuda kembali namun bersama belasan Kuda lainnya! apakah Kuda-kuda itu sudah diberitahu Kuda sang pemilik yang kabur kalau di sini mereka bisa mendapatkan pelayanan yang baik dan akan dipakai untuk berjihad di jalan Allah? Akhirnya para tetangga kembali berujar, “Kalian orang terkaya di sini!” sang Pemilik hanya berujar, “Aku tidak tahu, ini rahmat atau musibah, aku hanya berbaik sangka kepada Allah.”

Hari berikutnya, sang anak mencoba menaiki salah satu Kudanya ke penjuru negeri, namun di tengah jalan mereka bertemu dengan Lembu yang membuat sang anak terbanting hingga kakinya patah. Tetangga mereka kembali berujar, “Kuda-kuda ini hanyalah pembawa sial!” namun sang pemilik lagi-lagi hanya berujar, “Aku tidak tahu, ini rahmat atau musibah, aku hanya berbaik sangka kepada Allah.”

Suatu hari Hulubalang Raja datang dan mengumumkan bahwa para pemuda harus turun berjuang bergabung dengan pasukan untuk melawan musuh. Namun ini bukan jihad di jalan Allah karena yang mereka lawan adalah saudara sesama muslim. Akhirnya sang Ayah berbisik ke telinga sang Anak yang sedang terbaring lemah, “Semoga Allah melindungi kami dari menumpahkan darah sesama muslim. Semoga Allah membebaskan kita dari beban itu!”

Akhirnya pendaftaran pun dibuka dan sang Prajurit kerajaan mendatangi rumah mereka. “Ada apa dengan putramu?”

Sang Ayah menceritakan kondisi anaknya yang tidak bisa berjalan karena kakinya dibalut dengan perban.

“Sayang sekali, padahal kau begitu gagah, kau akan menjadi seorang prajurit tangguh. Tapi kau tidak memenuhi syarat!” Hari itu para tetangga yang ditinggal pergi putra-putranya mengeluh, “Kalian beruntung! Allah menyayangi kalian.” Sementara mereka tidak tahu putra mereka bisa kembali dengan selamat atau tidak, sang Ayah dengan wajah ikut bersedih berkata, “Aku tidak tahu, ini rahmat atau musibah, aku hanya berbaik sangka kepada Allah.”

Sebulan kemudian, para Ibu bersedih karena putra-putranya tewas di medan perang, mereka banyak belajar dari Ayah Anak itu, dan menggumamkan kalimat indah mereka, “Aku tidak tahu, ini rahmat atau musibah, aku hanya berbaik sangka kepada Allah.”

Tidak lama, pasungan Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan menyerbu wilayah Islam dan membumihanguskan hingga rata dengan tanah. Ayah dan anak itu menyongsong janjinya dan pergi untuk menjemput syahidnya. Mereka menyambut dengan kalimat agungnya, “Aku tidak tahu, ini rahmat atau musibah, aku hanya berbaik sangka kepada Allah.”

Sebelum mereka mendapatkan syahidnya, sang Anak pernah ditangkap pasukan Mongol dan berpindah-pindah menjadi budak hingga kepemilikannya berpindah kepada Al Malik, seorang Sultan Ayyubiyah di Kairo. Ketika pasukan Mamluk menggantikan bangsa Ayyubiyah di Mesir, karirnya beranjak cepat dari Komandan kecil menjadi Panglima Pasukan, hingga menjadi Pemimpin Wilayah. Terakhir, setelah wafatnya Az-Zahir Ruknuddin Baibars, dia diangkat menjadi Sultan, namanya Al Manshur Saifuddin Qalawun.

(Salim A Fillah, Dalam Dekapan Ukhuwah)

Ketika kita mengarungi samudera yang luas ini dengan harapan dan doa doa, kita hanya tinggal menunggu usaha terbaik kita akan sampai pada Dermaga, daripada mengumpulkan banyak keluhan hingga Kapalnya karam.

Kita hanya menunggu kabar baik selanjutnya tiba, dan selalu berbaiksangka pada takdir yang menimpa kita.

“Aku tidak tahu, ini rahmat atau musibah, aku hanya berbaik sangka kepada Allah.”

Bandung, Pertengahan April, 2020.

--

--

Sarah N Aini
Sarah N Aini

Written by Sarah N Aini

bekerja adalah untuk menabur manfaat, bukan untuk dilihat.

No responses yet