Kita Semua Mungkin Perindu Palsu
Hai, Ramadan! kemarin sebelum kamu datang, aku bermimpi bertemu kamu. Dalam mimpiku itu, kamu datang cepat sekali, hanya sehari lalu besoknya sudah lebaran. Dalam mimpi itu, aku sedih sekali.
Begitulah dalam mimpiku beberapa bulan lalu. Ketika aku bangun, aku benar-benar lega karena aku belum ditinggalkan, karena kan kamunya juga belum datang. Kalau sudah datang lalu pergi, baru itu namanya ditinggalkan kan? tak mungkin aku berbicara pada orang-orang kalau aku ditinggalkan sebelum aku bertemu denganmu. Iya kan?
Ramadan, hari pertama ketika kau tiba, aku senang bukan kepalang! aku dan keluargaku juga tetangga-tetangga, menyambutmu dengan sukacita. Bahkan di lingkungan rumah, warga membuat spanduk besar sekali untuk menyambutmu. Selamat datang ya!
Pekan-pekan selanjutnya kian semarak karena orang-orang ‘merayakan kehadiranmu' dengan berkumpul saat buka puasa. Namun sayang, shaf di masjid mengalami kemajuan, baris belakang kosong banget! sampai-sampai mau tiduran di situ juga bisa.
Ramadan, iklan dan acara TV semua menyebut-nyebut kehadiranmu. Semua orang di media sosial berlomba menarik perhatianmu dengan caption-caption yang ada kamunya.
Terus ya, Dan! (eh maaf aku sok akrab banget), setiap solat subuh masjid juga penuh! semua orang habis sahur langsung berjamaah, tilawah sampai pagi, dilanjut solat duha dan lalu tilawah lagi.
Ramadan, aku, saat hari pertama berjumpa denganmu lagi, sangat bersyukur pada Allah, karena doaku di tahun lalu agar dipertemukan lagi denganmu terkabul! bukan hanya aku saja yang bisa ketemu kamu lagi, tapi kedua orangtuaku, adik-adikku, serta seluruh teman-temanku bisa ketemu kamu lagi.
Tak terbayang aku rindunya sama kamu.
Tapi kan kalau merindu itu bukan sekedar kata kerja. Merindu itu juga aksi, apa yang seharusnya aku lakukan agar aku bisa mengobati rindu ini, obat rindu ya ketemu kan? tapi kalau belum bisa ketemu, setidaknya aku harus melakukan apa saja yang pernah kita lakukan bersama kan?
Seharusnya, selepas kau pergi dan sebelum kau tiba, aku tetap ibadah yang rajin, ibadah yang ikhlas, sedekah tanpa tapi, zikir jangan putus, dan tetap berbuat baik kan?
Tapi nyatanya, selepas kau pergi, ibadah dan amalku kendor tilawahku molor.
Ramadan, aku rinduuu, rinduu sekali. Apalagi kamu kan sebentar lagi akan pergi lagi. Mungkinkah kita bertemu lagi?
Ramadan, atau jangan-jangan kalau aku tak terlalu peduli untuk meningkatkan ibadahku, aku hanya pura-pura rindu padamu?
Apakah rinduku palsu?
SA
26 Mei 2019 / 21 Ramadan 1440 H