Ja’far bin Abi Thalib : Si Pemuda Hijrah

Disarikan dari ceramah Ust. Salim A Fillah

Sarah N Aini
8 min readApr 21, 2023

Abu Thalib memiliki 3 anak laki-laki yang dititipkan kepada Nabi SAW dan Abbas bin Abdul Muthalib karena kesulitan ekonomi, mereka adalah Ja’far yang mengikuti Abbas, Ali yang mengikuti Nabi, dan Uqail tetap bersama Abu Thalib. Namun justru Ja’far lebih dahulu berislam dibandingkan Ali bin Abi Thalib. Selanjutnya Ja’far menikah dengan Asma binti Umayyah yang sudah berislam juga. Sebelum hijrah ke Madinah, mereka sudah lebih dulu hijrah ke Habasyah.

Hijrah ke Habasyah ini bukan hanya untuk melindungi diri dari gempuran Quraisy, tapi untuk mengguncang politik mekkah yang pada saat itu sistemnya masih oligarki.

Oligarki teh misal Bani Hasyim menangani pemberian minum jamaah haji, Bani Umayyah menangani ekonomi, Bani Makhzum bagian perang dan politik. Jadi kayak ada bagian-bagiannya gitu lah, nggak terpusat oleh satu perintah.

Nah, yang dikirim hijrah ke Habasyah ini bukan orang-orang yang lemah pi-bully-eun alias bulliable seperti Abdullah bin Mas’ud, Bilal bin Rabbah, dan Amar bin Yasir, tapi orang-orang yang punya pengaruh dan kuat, karena biar gaada yang berani nyiksa. Tokoh yang dikirim hijrah itu adalah Ja’far bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abu Salamah, dan yang kayak gitu lah yang bullinya teh sama keluarga aja tapi kayak cuma nyinyir doang nggak sampai nyiksa.

Fungsi ngirim para sahabat yang kuat-kuat ini buat apa? fungsinya buat menyebarkan islam lebih luas. Ibarat mau mengembangkan bisnis kan nggak bisa kalau mengandalkan kekuatan sendiri ya, harus cari koneksi, nah Rasul meminta para sahabat ini datang ke Raja Habasyah yang pada saat itu namanya Najjasyi Assamah. Raja ini teh kata Rasul akan selalu melindungi orang yang akan datang ke sana, nggak akan dibully, nggak akan dizalimi. Dipuji dan diapresiasi lah sama Rasul walau si Raja ini bukan muslim ge.

Ja’far jadi pemimpin para sahabat selama di Habasyah, jubirnya lah juru bibir — juru bicara. Nah tugas Ja’far dan para sahabat kan untuk menjelaskan dan meminta bantuan, soalnya di Mekkah mau ibadah aja diganggu, disiksa, dan merasa tidak aman. Eh tiba-tiba petinggi-petinggi Mekkah mendengar kabar itu merasa malu,

“Duh, malu-maluin aja nih, masa orang-orang penting bilang kayak gitu ke Raja Habasyah, harga diri kita muruluk. Aib banget.”

begitulah kira-kira obrolan orang-orang Mekkah. Akhirnya, mereka mengutus orang datang ke Habasyah untuk menyangkal dan menjelaskan ke Raja Habasyah versi mereka, mereka juga berusaha untuk menarik lagi Ja’far and the geng balik ke Mekkah, yang diutus ke Habasyah itu adalah Amru bin Al-Ash dan Abdullah bin Rabi’ah. Mereka ke Habasyah teh bawa seserahan gitu, bawa sutra, kulit-kulit, ah apa weh pokoknya yang buat dijadiin hadiah.

“Tuanku! kita sudah bersahabat sejak lama bahkan aku juga sudah menjadi duta,” kata Amru bin Al-Ash ketika ditanya Raja Najassi kenapa bawa seserahan,
“Kedatangan para bangsawan Mekkah ke sini membuat aib pada diri kami, pada bangsa kami, maka kami hendak menarik mereka kembali ke Mekkah.” lanjutnya lagi.

Raja teh kan bijaksana banget ya, jadi diajak ketemu lah dua belah pihak ini teh,

“Tuh cenah, kalian diajak balik lagi ke Mekkah, sok jelasin kenapa kalian ke sini!” Intinya Raja nanya gitu,

“Yang Mulia, dulu kami berbuat kekejian, kami jijik, membunuh anak perempuan, berzinah, mabuk, menyembah berhala, namun setelah datang seorang nabi yang membawa ajaran islam, yang mengajarkan kebaikan kepada sesama, berakhlak mulia, kami mengikutinya dan hidup kami jadi lebih baik. namun ketika kami mengikuti ajaran nabi tersebut, kami dimusuhi, diperangi, disiksa, maka kami meminta perlindungan kepadamu. Karena nabi kita, Muhammad SAW berkata bahwa siapapun yang datang kemari tidak akan pernah dizalimi.”

Raja yang mendengar itu langsung berkata, “Amru! bawa kembali hadiah-hadiahmu! kembalilah kamu ke Mekkah! aku tidak butuh.”

Nah Amru kan gondok ya, akhirnya dia balik, tapi baliknya ke penginapan dulu, soalnya mau bikin taktik lagi nih, belum puas, masa seserahannya ditolak!

Dia punya ide, “Yaudah kita tanya aja pendapat Raja tentang Isa almasih, kan pendapat Raja sama Ja’far and the geng berseberangan tentang Isa, iya kan?!”

Licik sekali memang.

“Gimana ya,” Kata Ja’far cemas, “Apa kita jelasin yang sebenarnya aja gitu ya, ke Raja Najjasyi?”

Sahabat lain menimpali, “Iya, kita jelaskan saja yang benar-benar ada di alquran.”

Gass lah mereka besoknya menghadap Raja Najjasyi dengan diawali membaca surat Maryam, surat yang nama ibunya Nabi Isa diabadikan dalam Alquran, isi surat Maryam kan dalem ya, menceritakan kisah Maryam yang diberikan karunia oleh Allah, berupa Nabi Isa.

Kaf Ha Ya ‘Ain Shad

(Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhanmu kepada hamba-Nya, Zakaria,

Dia (Zakaria) berkata, “Ya Tuhanku, sungguh tulangku telah lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, ya Tuhanku.

Dan sungguh, aku khawatir terhadap kerabatku sepeninggalku, padahal istriku seorang yang mandul, maka anugerahilah aku seorang anak dari sisi-Mu,

lanjut terus sampai ke ayat yang menceritakan Maryam,

Dan ceritakanlah (Muhammad) kisah Maryam di dalam Kitab (Al-Qur’an), (yaitu) ketika dia mengasingkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur (Baitulmaqdis),

lalu dia memasang tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami (Jibril) kepadanya, maka dia menampakkan diri di hadapannya dalam bentuk manusia yang sempurna.

Dia (Maryam) berkata, “Sungguh, aku berlindung kepada Tuhan Yang Maha Pengasih terhadapmu, jika engkau orang yang bertakwa.”

Dia (Jibril) berkata, “Sesungguhnya aku hanyalah utusan Tuhanmu, untuk menyampaikan anugerah kepadamu seorang anak laki-laki yang suci.”

Sesungguhnya, Isa Almasih adalah nabi Allah satu dari nabi ulul azmi sama seperti nabi kami, Muhammad, Allah tiupkan roh ke dalam perut ibunya, Maryam, tidak lebih dan tidak kurang.

Mendengar ayat itu, Raja Najjasyi tersedu-sedu, “Belum pernah aku mendengar kisah mengharukan seperti ini, tidak aku temukan kisah Maryam yang semengharukan ini dalam kitabku. Sesungguhnya kisah yang kau bacakan itu tidak jauh beda dengan apa yang aku percayai.” gitu kata Raja Najjasyi.

Akhirnya, Amru bin Al-Ash disuruh pulang lagi dengan seserahannya, padahal Amru udah bawa gading, tulang, gitu lah oleh-oleh yang pada zaman dulu yang berharga dan sangat mahal.

Zaman sekarang mah mereka kalau seserahan ngasih gading gajah sama tulang udah ditangkap polisi karena udah pasti gading sama tulangnya ngambil dari Museum Geologi.

Setelah peristiwa itu, dua dari bangsawan Mekkah yang sedang berada di Habasyah mendengar kabar kalau di Mekkah orang-orang Quraisy sudah masuk islam karena ikut sujud bersama Rasul waktu beliau sujud saat mendengar ayat sajdah ketika wahyu turun. Nah gatau kenapa si orang-orang Quraisy ini teh ujug-ujug ikutan sujud pas lihat Rasul sujud, jadi weh gosip menyebar sampai ke Habasyah, (coba bayangkan gimana itu kabar bisa sampai dari Mekkah sampai ke Habasyah, padahal Habasyah teh sekarang mah Etiopia, kan kalau jaraknya dari Mekkah bisa 490 km, kalau pake kendaraan bisa 6–7 jam, kalau jalan kaki bisa 1.320 jam alias 2 bulan kurang 5 hari (kalau saya mah jantung sehat betis bucat) zaman dulu ternyata gosipnya juga udah canggih ya)

sumber dari sini

Sahabat yang kena prank dari gosip ini adalah Utsman dan Abu Salamah karena beliau berdua kembali ke Mekkah, akhirnya mereka dipersekusi karena semua itu hanyalah gosip belaka.

Sementara Zubair dan Ja’far dapat masalah baru, akibat kejadian kemarin saat Ja’far membacakan surat Maryam, Raja Najjasyi masuk islam. Sebenernya berkah sih ya, cuma di sisi lain jadi masalah karena bahaya kalau sampai ketahuan oleh rakyat Habasyah dan para uskup. Jadi, Ja’far dan Zubair meminta raja untuk merahasiakan keislaman dari masyarakatnya termasuk uskup-uskupnya.

Kisah keislaman Najjasyi bahkan ia menjadi wali nikah Rasulullah dengan Ummu Habibah binti Abu Sufyan, Ja’far mewakili Nabi sebagai mempelai pria. “Saya terima nikahnya Ummu Habibah binti Abu Sufyan bukan untuk diri saya, tapi untuk Rasulullah SAW.” Alhamdulillah Ja’far nggak salah sebut menjadi, “Saya terima nikahnya ntuk diri saya.”

Namun mau disembunyikan serapat apapun tetap ketahuan keislaman raja teh, entah ketahuan saat solat atau saat ibadah lainnya sehingga masyarakat Habasyah berbondong-bondong ke istana melakukan pemberontakan bersama para uskup.

Khawatir Najjasyi kalah dari pemberontakan, Ja’far dan Zubair membuat strategi dengan menaiki rakit ke sungai nil. Jika Najjasyi kalah, ikut arus air ke sungai nil ke arah Mesir, jika menang, maka kembali ke istana.

Akhirnya, Najjasyi naik ke atas tembok dengan sebelumnya menuliskan kalimat syahadat dan menaruh tulisan tersebut di saku bajunya.

“Wahai rakyatku, mengapa kalian memberontak? apakah aku zalim kepada kalian?”
“Tidak baginda, engkau adalah pemimpin yang adil!”
“Lalu mengapa kalian memberontak?”
“Karena engkau sudah berpaling dari agama kami! kau menjual agama yang kami percayai sejak dulu!”
Najjasyi menepuk dadanya yang ada tulisan syahadat tea gening di sakunya teh, “Sesungguhnya inilah keyakinanku, tidak akan kuubah selama-lamanya!”

Nah rakyat juga kena prank, udah weh damai lagi.

Najjasyi tidak mau Ja’far menyusul Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, karena Ja’far merupakan berkah bagi raja. Akhirnya, Ja’far menyusul hijrah ke Madinah setelah raja wafat dan Rasulullah SAW melakukan salat ghaib atas kematian raja.

Saat tiba perang Khaibar yang umat muslim dapat harta rampasan perang sangat banyak, Ja’far tiba di Madinah. Rasul sampai tidak tahu bahagia apa yang sedang ia rasakan, apakah bahagia atas kemenangan perang ataukah kehadiran Ja’far.

Sesampainya di Madinah, istrinya Ja’far Asma binti Umais ditegur Umar bin Khattab, “Oh ini yang terlambat hijrah ke Madinah!”
Asma menjawab dengan savage, “Kalian hijrahnya cuma sekali wahai Umar, kita mah dua kali!”

savage.

Kalau saya digituin saya bakal sombong pabucat-bucat betis, “Sok bucatan siapa betisnya, bucatan saya lah da hijrahnya ge dua kali!” — mungkin inilah salah satu alasan Allah tidak menciptakan saya di zaman Rasul.

Begitu tiba di Madinah, Rasul memerintahkan 3 sahabatnya, Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib, dan Abdullah bin Rawahah untuk pergi ke perbatasan utara karena pasukan Romawi berkumpul bersama orang-orang Ghassasinah untuk menyerang.

Rasulullah memutuskan panglima perang, “Panji harus dipegang oleh Zaid bin Haritsah, lalu kalau gugur, pegang oleh Ja’far, jika gugur juga, pegang oleh Abdullah bin Rawahah!”

Ja’far heran, kenapa panglima pengganti sudah ditentukan, padahal belum tentu syahid juga kan Zaidnya. Eh lagi terheran-heran gitu, kaum Yahudi bilang gini,

“Tahu ga sih? nabi-nabi Bani Israil kalau udah nyebut nama-nama panglima itu pasti bakal mati!” mode lambe turah.

Kalau saya mah udah pasti takut sambil nangis, tapi mereka malah bilang gini, “Justru itu yang kami cari, syahid di jalan Allah.”

Awalnya mereka takut karena ini sangat tidak logis, bagaimana mungkin kaum muslimin yang hanya dengan 3000 pasukan melawan 200.000 pasukan Romawi. “Sebaiknya kita kembali ke Madinah! kita tanya kepada Rasul, karena ini tidak masuk akal.” ucap salah satu pasukan.

Ja’far langsung mengambil alih percakapan itu, “Kita maju aja! nggak ada keraguan pada Rasul kalau kita sudah diperintahkan seperti ini, Rasul sudah tahu kalau kita bisa!”

Gass aja mereka teh perang.

Akhirnya setelah perlawanan yang dipimpin oleh Zaid, mereka menggempur musuh pada perang Mu’tah tersebut dan Zaid gugur lebih dulu. Seperti yang diperintahkan Rasulullah SAW, Ja’far maju dengan panji-panjinya, namun tangan kanannya dipapas sampai ujung oleh musuh, panjinya lalu ia pindahkan ke tangan kiri, namun tangan kirinya dipapas juga sampai ujung, hingga ia berusaha melindungi panji dengan tubuh yang tersisa, namun ratusan pasukan musuh menombakinya hingga Ja’far gugur.

Abdullah bin Rawahah yang awalnya semangat malah jadi ragu, sahabat-sahabatnya sudah gugur, apakah saya balik aja gitu ya ke Madinah?
padahal Allah sudah mengirimkan 3 ranjang surga yang turun dari langit untuk menyambut ruh mereka, namun satu ranjang tertahan di langit karena Abdullah bin Rawahah ragu.

“Ya Allah, masa sih dua sahabat saya sudah sampai di surga tapi saya malah ragu.”

Akhirnya beliau gugur juga di Mu’tah. Melihat 3 pemimpin tadi syahid, pasukan muslimin mengambil panji yang terjatuh dan memberikannya pada Khalid bin Walid.

“Mana Khalid?! Khalid! pimpin peperangan ini!”
“Saya kan newbie om, engkau yang ahli Badar! saya tidak mampu! saya baru log in.”
“Kau harus memimpin kami! bawa kemenangan untuk Allah dan Rasulnya!”

Akhirnya dipegang lah panji tersebut oleh Khalid dan ia menyusun strategi dengan mengubah formasi. Khalid mengubah pasukan yang awalnya di belakang jadi pindah ke depan, yang awalnya di kiri jadi ke kanan.
Pasukan musuh yang melihat ini langsung mengira kalau umat muslim mendapat reinforcement, “Wah mereka dapat bala bantuan!” sehingga akhirnya ketar-ketir dan mundur.
Begitu melihat mereka mundur, Khalid membawa pasukan kembali, “Prioritas saya adalah membawa pulang pasukan muslimin.”

Rasulullah saat menceritakan Ja’far kepada para sahabat sambil menangis karena beliau diperlihatkan saat perang Mu’tah oleh Allah, sehingga seolah-olah beliau melihat secara langsung, beliau berkata kalau Ja’far dijuluki At-toyar atau yang dikenal sebagai si Burung Surga karena tangan-tangannya digantikan oleh Allah dengan sayap-sayap di surga.

Sumber :

Kisah-kisah Orang saleh Ust. Salim A Fillah
https://saforiginal.id/my-events

Surat Maryam
https://kalam.sindonews.com/surah/19/maryam

SNA
Bandung, 20 April 2023
29 Ramadan 1444 H

--

--

Sarah N Aini
Sarah N Aini

Written by Sarah N Aini

bekerja adalah untuk menabur manfaat, bukan untuk dilihat.

Responses (1)