Halo, Saya Badut! Mau Ditemani Sampai Mana?
Menjadi seorang pengamat tidaklah mudah, seringkali telingaku harus lebih kuat menahan banyak cerita daripada langkah kakiku menghadapi sulitnya dunia
Seringkali temanku meminta saran agar ia bisa berhenti menjadi badut seseorang
Atau pada kesempatan lain, aku yang ingin berhenti menjadi badutnya para badut
Badut-badut itu mengajarkanku akan arti cinta yang amat dangkal di dunia ini
Cinta bagi para badut begitu bodoh
Mereka akan rela berkorban tanpa imbalan
Aku akan setia menemani hingga kau bosan
Begitu katanya suatu hari pada seseorang
Para badut berpesta hatinya ketika orang yang ditemani meminta pundaknya sebentar
Namun para badut kemudian bersedih karena katanya orang yang mereka temani suka hujan, tetapi melindungi diri dengan jas hujan
Para badut bersikeras tak mengharapkan cinta berbalas, bahagiaku bisa menemaninya semampuku, begitu katanya
Deklarasi bodoh yang akan mereka tertawakan suatu hari nanti karena dunia pada akhirnya selalu menuntut balik
Aku menemani para badut itu sehingga aku juga menjadi badut yang lebih paham
Bahwa menjadi tempat bersandar seseorang haruslah memiliki jiwa yang besar, jika mudah terbuai hingga mudah terluka, lebih baik berjalan sendiri saja tanpa menjadi apa apa bagi siapa
Bahwa menjadi tempat bersandar haruslah tetap menghargai diri sendiri, jiwa yang rapuh tak akan ada yang bisa menjadi penyembuh
Hanya kita sendiri yang tahu kapan hati akan sembuh atau lumpuh
Untuk menjadi tempat bersandar haruslah berjiwa kesatria, barangkali tanpa pamrih, hanya niat untuk menghibur,
Tapi akankah kebahagiaan oranglain akan selalu menjadi bagian kesenangan kita juga?
Ataukah bahagia oranglain yang kita bantu hanyalah sebagai pemuas target dan pencapaian kita tanpa arti?
Mungkinkah, membantu orang menjadi bahagia hanya akan membuat kita menyalahkan mereka yang tak kunjung memahami kita?
Padahal kita sendiri yang membuat luka itu menganga, membuat ruang bahagia oranglain dengan kita sendiri sebagai korbannya
Lalu jika sudah banyak luka yang terbuka, butuh berapa badut untuk menghiburnya?
Akankah kita tetap setia pada janji-janji kita terhadap dunia? Bahwa kita akan selalu ikhlas membantu padahal dunia selalu menuntut balik,
Termasuk diri kita yang akan menuntut kapan kebahagiaan giliran kita tiba?
Mari berkaca
SNA
Bandung, 30 November 2024