Generasi Nggak Enakan

Sarah N Aini
4 min readDec 23, 2020

--

Sering sekali saya mendengar curhatan teman-teman saya yang solatnya dijamak karena hal-hal yang sebetulnya itu nggak masuk ke syariat,

“Aku solat zuhurnya ditarik ke asar karena saat itu lagi banyak tamu, masa aku tinggalin buat solat!”
“Aku nggak solat karena itu lagi di tongkrongan, nggak enak ninggalin buat solat, ntar aja deh, dijamak.”

“Solat yuk?”
“Ntar deh, hujan!”

Demi mengejar citra yang baik di mata teman-teman kita, sebuah perasaan ‘nggak enakan’ seperti itu seringkali saya temui.

Hal lain yang sangat erat dengan perasaan ‘nggak enakan’ ini adalah terkait perasaan yang terpaksa di circle pertemanan, “Gabung yuk? Ayok ah, bentar doang!”
“Duh, maafin nggak bisa, nih”
“Ah, bentar doang, kapan lagi kan ketemu?”
“Iya deh,”
atau hal-hal lain yang terpaksa kita iya-kan pada teman, orangtua, atau orang-orang di sekitar kita, membuat kita disetir kehendak orang lain sehingga terbiasa membuat kita berusaha menyenangkan banyak hati orang lain. Membuat orang lain bahagia, agar kita dapat diterima.

Beberapa insight baru saya dapatkan dari buku best sellernya Mark Manson itu, “Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat”, beberapa pemikiran yang mungkin bisa saja tidak kita sadari secara langsung karena hal-hal seperti itu menjadi lumrah di masyarakat sehingga membudaya. Jika sudah membudaya, apa yang menurut kita salah akan tetap dianggap aneh oleh masyarakat, kan?

Buku ini sebenarnya tidak bisa ditelan mentah-mentah, karena buku ini merupakan buah pikir seseorang atas hidupnya, namun setelah membaca ini saya menggarisbawahi beberapa point yang saya akui, saya pun sudah jauh terlarut dalam budaya yang tidak dikehendaki hati saya. Salah satunya kutipan berikut ini, :

Tetapi kita perlu menolak sesuatu. Jika tidak, kita kehilangan alasan untuk bertahan. Jika tidak ada sesuatu yang lebih baik atau lebih diinginkan daripada yang lain, kita akan merasa hampa dan hidup kita menjadi tanpa makna. Kita hidup tanpa nilai dan akibatnya kita menghidupi kehidupan tanpa tujuan.

Karena katanya lagi, kita harus peduli terhadap sesuatu, untuk menghargai sesuatu. Artinya begini : jika kita berusaha bilang iya saat harus menunggu dulu sampai hujan reda untuk solat, maka kita akan tetap menunggu dan menganggap menunggu saja itu penting, kita tidak akan menganggap solat itu penting saat itu, ketika teman kita sedang mengobrol dan mengoceh tentang humor recehnya, kita menganggap teman kita lebih penting daripada solat. Karena kita sudah memilih untuk tidak solat pada saat itu, setiap pilihan seseorang adalah prioritas untuknya. Mereka memilih, mereka menentukan apa yang baik untuk diri mereka saat itu.

Di dalam buku ini, Mark Manson menulis kisahnya tentang orang-orang Rusia yang sangat jujur, orang-orang Rusia ini akan berkata apa adanya pada apapun yang dialami dan dilihatnya, seperti saat kencan pertama dan mereka bertemu dengan seseorang yang membuat lelucon aneh, jika menurut wanita Rusia tadi itu tidak lucu dan menjengkelkan, mereka akan langsung mengatakan yang sejujurnya, tidak dibuat-buat demi menjaga perasaan satu sama lain, karena menurut orang-orang Rusia yang berada di bawah komunisme beberapa generasi, tidak ada peluang ekonomi, dan dihantui budaya ketakutan, membuat mereka sangat membutuhkan kepercayaan, sementara kepercayaan datang dari kejujuran. Kalau nggak mau, bilang aja nggak mau, jangan pas di rumah kepikiran. Begitu maksudnya.

Hal yang berhubungan dengan ini adalah ketika saya diejek oleh teman-teman SMA, saya mengonfirmasi pada teman dekat saya apakah yang orang-orang bicarakan tentang diri saya itu benar? namun teman dekat saya menghibur saya dengan jawaban, “nggak kok!” tapi kehidupan saya selanjutnya berkata sebaliknya, saya dihantui rasa takut diejek kembali karena teman-teman yang lain tetap mengejek saya dengan ucapan buruk tersebut. Saya tidak bisa tenang hanya dengan ucapan, “nggak kok” dari teman-teman dekat saya, karena sayalah yang menjalani kehidupan itu, saya yang diejek, saya juga yang harus menahan hujatan itu. Akhirnya, saya bertahan dengan ketakutan bahkan ketika teman dekat saya berusaha menghibur. Karena apa? karena saya sudah hilang kepercayaan kepada teman dekat saya.
Sehingga dari buku ini saya mendapat satu kesimpulan bahwa, kita harus meyakini hal-hal yang menurut kata hati kita saja, karena kita yang akan menjalani kehidupa kita sendiri, bukan orang lain, sehingga jika kita gagal dan terjatuh, itu akan menjadi sebuah proses keberhasilan kita suatu hari, karena kan, tidak ada kata berhasil jika tidak pernah gagal?

Terakhir, kutipan menarik dari buku ini, “Tanpa konflik, tidak ada kepercayaan. Konflik muncul untuk menunjukkan kepada kita siapa yang ada untuk kita tanpa syarat dan siapa yang hanya ada untuk mendapatkan keuntungan, tidak seorang pun yang memercayai seorang yang selalu berkata, iya.”

Sehingga, tidak apa-apa berkata tidak untuk hal-hal yang kita yakini dalam hati kalau itu benar, konflik itu biarlah terjadi. Karena jika kita berusaha menyenangkan hati orang lain karena nggak enak nolak ketika mau solat, apakah orang tersebut akan tetap senang sama kita? apakah kita akan kembali selalu diprioritaskan olehnya?

Bandung, 23 Desember 2020

youtube.com/berburukuliner!!

--

--

Sarah N Aini
Sarah N Aini

Written by Sarah N Aini

bekerja adalah untuk menabur manfaat, bukan untuk dilihat.

No responses yet