Ditinggalkan Itu Tidak Sama Dengan Meninggalkan, Ferguso!
Akhirnya tahun ini adalah tahun ketiga saya menjadi guru di sebuah sekolah. Beberapa tahun silam, saat menjadi mahasiswa PPL, dimana saya juga jadi guru praktik yang belum tahu mengajar itu seperti apa, saya merasa bahagia. Merasa bahagia karena mereka menyambut saya bagaikan guru mereka sendiri. Mereka melepas saya pergi dengan kenangan yang baik untuk saya, juga ketika saya sudah tidak mengajar di sana, mereka masih sering mengirimi saya pesan.
Saya tidak pernah menyangka kalau saya sudah berjalan sejauh ini. Saya tidak pernah menganggap ini semua hebat dibandingkan oranglain, tapi saya menganggap ini hebat dibandingkan diri saya yang dulu.
Dulu, ketika masih jadi murid, saya mau-mau aja disuruh ini itu sama temen, diusir dari bangku tempat saya duduk, digosipin dan dicibir sama temen satu sekolah karena hal yang bahkan saya nggak tau kenapa, dinyinyirin sama orangtua murid lain, sampai dilupain sama guru sendiri. Hampir beberapa guru di sekolah, pasti lupa nama saya.
Saya awalnya mikir, “Ah nanti saya mau jadi wali kelas kalau udah gede, saya pengen perhatiin murid yang dibully biar mereka nggak ngerasa sendiri.”
Ternyata doa saya didenger sama Allah.
Rasanya jadi pelajar di Indonesia dengan mata pelajaran bejibun, dimana kita harus menguasai semua bidang pelajaran termasuk olahraga dan Pencak silat, udah gitu sama temen-temen dibully, lagi! Pantesan pada pengen jadi yutuber. Ckckckck
Jadi wali kelas adalah salah satu pembalasan saya atas masa kecil saya yang sering diperlakukan tidak adil. Ketika bully-an dari teman-teman datang, wali kelas saya bahkan sampai nggak tau, atau mungkin tau tapi nggak peduli. Padahal saat itu, saya benar-benar sedang putus asa. Maka, saya ingin sekali menjadi wali kelas yang betul-betul peduli. Walau sampai saat ini, saya masih saja berbuat banyak kesalahan.
Jadi wali kelas yang sedang melaksanakan misi balas dendam atas masa lalunya, ternyata amat berat bagi saya. Saya harus berusaha adil bahkan untuk hal sepele, seperti geng anak perempuan yang suka ngumpul, menurut geng blekping, si X suka pake lipstik ke sekolah dan selalu nyisain makan siangnya, sementara menurut si X dia nyisain makanan karena disuruh geng blekping.
Saya sebagai orang yang mengaku sudah dewasa, menganggap hal itu hal sepele, maka saya pikir hanya dengan menasihati mereka dan masalah itu akan selesai. Namun si X besoknya nggak sekolah dan sakit karena selalu dibully geng blekping.
Menurut kami orang dewasa, masalah anak-anak adalah masalah sepele yang bisa saja besok sudah lupa. Tapi menurut mereka, masalah mereka sangat sulit, jika orang dewasa tak mau mendengar, mereka akan berusaha melarikan diri. Mending kalau larinya sampai di kantor polisi, kalau jatuh ke jurang?
Saya sebagai wali kelas juga merasa bahwa ketika murid saya bercerita merupakan cerita-cerita tak penting seperti kucingnya yang baru, tempat pensil yang baru, atau untuk murid yang sudah remaja, cerita mereka tentang sulitnya mencerna pelajaran dan masalah asmara yang berbenturan dengan masalah persahabatan adalah hal-hal sederhana yang bisa saya dengarkan sambil mengerjakan pekerjaan saya atau bahkan sambil melihat medsos. Rupanya, mereka akan menolak bercerita lagi pada kita jika kita tidak mendengarkan mereka dengan serius, karena mereka tahu, kita tidak benar-benar sedang mendengarkan mereka. Saya betul-betul belajar banyak hal.
Namun jadi wali kelas adalah menjadi orang yang paling sedih, karena setiap murid-murid lulus dan pergi meninggalkan sekolah, wali kelas ditinggalkan dengan kenangan tentang mereka di tempat yang sama. Saya tetap di tempat yang sama bersama kenangan mereka saja. Saya ditinggalkan lalu mendapat murid yang baru dan lalu ditinggalkan lagi, begitu seterusnya sampai orang-orang sudah nggak makan Indomie pake nasi lagi.
Saya merasa, bahwa saya tidak pernah merasa jadi orang mulia, tapi setidaknya, dalam perjalanan hidup mereka, ketika mereka merasa senang dan bahagia, pernah ada saya di dalamnya.
SA
1 Mei 2019
Foto Oleh: Bu Annisa Nur
Tambahan : Tidak ada saya di dalam foto. Gausah dicari ya!