Cintaku Kepentok Pak Lurah
Edisi ngomongin ide cerita
Tahun 2021 akan berakhir kurang lebih dua bulan lagi, tapi saya merasa nggak ada pencapaian apapun tahun ini, nggak ada kegiatan yang berbeda dari sejak awal pandemi, juga nggak menghasilkan karya apapun.
Tapi bodo amat lah, kita nggak harus mencapai apa-apa karena memang nggak harus, kita juga bukan sedang berlomba mengejar prestasi, atau berlomba untuk membuat pencapaian hanya untuk pengakuan orang-orang, nggak apa-apa kalau nggak mencapai apa-apa.
Tapi, karena tahun-tahun pandemi ini membuat saya berusaha mencari hiburan untuk tetap waras, saya menemukan banyak sekali tontonan rekomendasi teman atau yang tiba-tiba saya temukan saat sedang berselancar di internet.
Saya menemukan beberapa drama korea yang akhir-akhir ini sedang ramai diperbincangkan, saya ingin coba mengulas ide ceritanya, karena kalau untuk ngulas proses pembuatan hingga seluk beluk drama dari segi dunia perfilman, “Heeey emang saya siapa?” untuk membuat bulan-bulan di akhir tahun ini lebih produktif, saya akan memulainya dengan membahas drama korea bergenre komedi romantis yang berjudul ‘Hometown Cha Cha Cha’ ya, benar! ini drama yang sedang viral itu.
Sebenarnya banyak drama romantis yang bisa saya bahas di sini, seperti dorama jepang “Itazura na Kiss’ atau drama-drama romantis Hollywood, ‘Me before you’, ‘La La Land’, sampai kisah cinta tragis yang legendaris, apalagi kalau bukan ‘Titanic’ tapi karena kalau kita ketik kata kunci ‘drama romatis’ atau ‘drama komedi romantis’ di kolom pencarian google, pasti yang muncul drama korea, maka saya akan bahas menurut ilmu kesotoyan saya dari ide-ide ceritanya.
Hometown Cha Cha Cha
Drama ini bercerita tentang seorang wanita yang bekerja sebagai dokter gigi di Seoul dan memiliki sifat yang idealis. Ia sangat memegang erat kode etik dan kejujuran dalam bekerja sebagai dokter, karena rekan kerjanya (sekaligus atasannya) sesama dokter gigi kerap bersikap curang, ia kesal dan pergi ke sebuah desa yang awalnya untuk healing, namun akhirnya ia memutuskan untuk membuka tempat praktik di sana. Di desa tersebut, ia bertemu dengan seorang pria pintar dan baik hati, si pria ini memiliki banyak sekali bakat life skill sehingga selalu dibutuhkan oleh semua warga, dan ternyata ia adalah seorang wakil ketua wilayah. Bisa disebut juga Pak Lurah, kali ya? atau Pak RT?
Sudah bisa ditebak kan, alurnya ke mana? iya, betul sekali, mereka awalnya sering bertengkar namun ujung-ujungnya jatuh cinta. Apakah ini tidak asing di telinga kita? kisah cinta klasik dari benci jadi cinta seperti FTV yang muncul sampai tiga hari sekali di televisi. Ide cerita cinta klasik seperti ini, selalu dibumbui dengan komedi-komedi agar tidak terlalu serius dan bisa memberikan kesan menghibur lebih banyak. kalau versi FTV kita bisa bilang judulnya menjadi, “Cintaku kepentok Pak Lurah”
Ide cerita kisah cinta sebetulnya sangat sederhana, sesederhana pertemuan mereka di pantai, pasar, atau sebetulnya saat kecil mereka pernah bertemu dan setelah dewasa dipertemukan kembali, mirip sekali dengan ide cerita pada FTV yang pertemuannya cukup sederhana,
“Eh, kamu kan yang waktu kecil main comberan terus jatuh dan aku bantuin?”
sehingga cinta mereka bersemi berawal dari main comberan, atau sesederhana tabrakan mobil dan sepeda yang ujung-ujungnya ketemu lagi di suatu tempat, “Eh, elo kan yang kemarin nabrak gue?!” andaikan pertemuan jodoh bisa sesederhana itu, mungkin orang-orang akan sering menabrakkan kendaraannya di jalan.
Namun, pada drama ini banyak hal unik yang disuguhkan, di antaranya, latar tempat yang unik dan indah, berlatar tempat di sebuah pedesaan dengan dominasi laut dan bukit membuat kesan drama romantis semakin kuat, mereka bisa melakukan adegan-adegan uwu di bawah terpaan sinar matahari bukit hijau membentang, atau diiringi deburan ombak di tepi pantai, sehingga hal-hal ini bisa membuat penonton dimanjakan dengan keindahan yang tidak biasa, tidak hanya sekedar gedung-gedung tinggi di Seoul dengan cafe-cafe yang menjual Es Amerikano. Pada FTV yang muncul di stasiun televisi kita, hal-hal seperti latar tempat pedesaan dan sawah membentang juga kerap kali kita saksikan, dengan jalan-jalan sepi dikelilingi kebun teh, atau pantai dengan pemandangan rumah-rumah warga setempat. Nah, jika dari ide cerita sebenarnya sama, orang kota yang pindah ke desa lalu jatuh cinta pada pria desa dan ingin selalu bersama, melewati hambatan dalam kisah percintaannya, dan berakhir bahagia bersama serta hidup damai bersama warga desa, maka apa yang unik dari drama ini sehingga tidak bisa disamakan dengan FTV walaupun memiliki banyak kesamaan?
Ya, bisa dibilang FTV versi upgrade, karena dalam drama-drama korea, selalu disuguhkan karakter tokoh yang kuat, seperti tokoh dokter yang idealis, memiliki prinsip dan visi yang jelas dalam hidupnya, kita akan dibawa mengenal karakter tokoh demi tokoh di awal drama, lalu tokoh Pak Lurah yang ceria dan senang membantu orang, banyak kemampuan sehingga selalu dibutuhkan warga dari anak-anak hingga lansia, bukan hanya sekadar berparas tampan, polos, dengan logat sunda campuran Indonesia seperti di FTV, karakter tokoh diperlihatkan lewat adegan-adegan sebelum masing-masing tokoh utama bertemu, sehingga perkenalan tidak usah menggunakan narasi, “Hai, nama gue Al, gue adalah mahasiswa di kampus x” ya, walaupun dalam beberapa film atau drama, terutama film-film Indonesia, pengenalan tokoh dengan narasi seperti itu juga membantu mengenal tokoh. Tokoh wanita pemeran utama juga dibeberkan dengan jelas lewat adegan per adegan di awal, sehingga kita akan mengenal karakter tokoh yang tidak hanya digambarkan sebagai anak kota dengan mobil mewah yang buru-buru berangkat ke kampus sambil cipika-cipiki orangtuanya,
“Mah, Pah, Angel berangkat dulu, ya!”
“Eh, kamu nggak akan sarapan dulu?”
“Enggak Mah, udah telat,” sambil mengambil sepotong roti di atas meja dan menyeruput gelas susunya.
Selanjutnya, karakter tokoh-tokoh pendukung yang juga sama-sama kuat, warga-warga desa yang digambarkan hangat dan menyambut siapapun pendatang yang tiba, saling menolong, saling mendengarkan keluh kesah, dengan kepolosan dan keunikan khas orang desa, selain itu, di tengah-tengah cerita, per tokoh pendukung diberikan adegan dengan masalah-masalah yang mereka hadapi, bukan hanya sekadar orang desa yang protes beramai-ramai ke balai desa atau pria desa yang sok kaya dan ingin merebut hati tokoh utama wanita. Sehingga dalam drama korea tentu kita akan membicarakan tokoh-tokoh pendukung ini juga, “Eh, kamu tau nggak, si nenek yang itu, yang digendong karena kakinya sakit, kasian ya,” karena kita sudah mengenal karakter tokoh pendukung dengan baik. Mungkin itu yang tidak ditemukan di FTV atau beberapa tayangan kita, jarang sekali kita membicarakan tokoh pendukung ketika kita ngobrol sebuah film dengan teman, kita akan membicarakan tokoh utama yang membuat kita terkesan. Selain adegan yang menggambarkan jalan cerita, dalam drama juga disuguhkan dialog-dialog yang sarat akan makna yang menyentuh, sehingga tidak hanya diisi dengan adegan-adegan tanpa dialog yang membuat penonton menangkap maknanya sendiri tanpa disuapi narasi panjang, namun dalam drama juga disuguhkan dialog-dialog yang sarat akan makna kehidupan (diskrinsut dan jadi quotes)
Cerita-cerita yang mengusung latar kearifan lokal serta khas kebudayaan suatu daerah selalu memberikan kesan unik dan hangat, seperti dibawa ke masa lalu di mana saat kita kecil, tetangga masih saling membantu dan peduli, atau bagi orang yang sudah tinggal individualis di kota sejak kecil, mereka akan merasakan kehangatan yang disuguhkan masyarakat desa dalam drama, sehingga menimbulkan perasaan ingin memiliki tetangga yang hangat dan baik seperti mereka, mungkin bisa dibilang pesan sosial yang kuat dalam drama ini membuat nilai tambah sehingga membuat drama ini viral.
Penggambaran latar tempat yang detail, pengambilan sudut-sudut gambar dari beberapa sisi, seperti dari atas tebing dekat laut, pantai, gunung, bukit, hingga jalanan kecil dan toko-toko yang dijelaskan perlahan-lahan di tiap episode. Bukan hanya mengenal para tokoh sehingga membuat kita terkesan akrab dan menyayangi mereka, namun membuat kita mengenal tempat-tempat hingga detail jalan yang ada dalam drama. Keunggulan drama korea yang lain sehingga banyak diminati adalah pengenalan tempat-tempat yang detail sehingga menjadikannya promosi wisata secara tidak langsung.
Lalu mereka membuat soundtrack untuk sebuah drama sehingga ketika musik latar diputar, penonton akan identik dengan sebuah drama yang mereka nikmati, dalam drama ini, sebuah soundtrack berhasil mengisi latar musik pada reels-reels di Instagram. Tapi FTV kita juga sudah berhasil menyuguhkan itu, jika kita memutar lagu-lagunya Yovie and Nuno, pasti akan identik sekali dengan FTV-FTV dengan latar pedesaaan dan kebun teh, jika lagu-lagu band ST 12, maka akan identik dengan FTV latar perkotaan dengan judul seperti, “Cintaku Nabrak Tukang Bakso” atau “Enggak Pulang Rindu Mau Pulang Malu” kayak tulisan di belakang truk pasir antar provinsi.
Alur cerita pada sebuah drama atau film bergenre romantis yang sangat klasik membuat penulis drama ini sepertinya memutar otak dalam membangun konflik agar tidak pasaran, seperti plot twist pada film bergenre romantis lainnya yang sudah lama saya tonton, ‘The Little Thing Called Love’nya Thailand yang sangat legendaris, hal ini saya temukan juga pada drama-drama romantis-komedinya Korea yang berhasil membuat kita penasaran dengan kelanjutan episode selanjutnya, karena mungkin penulis dan sutradara tau, kalau ide cerita klasik percintaan akan sangat monoton jika konfliknya tidak dibangun dengan baik, plot twist dihadirkan dalam beberapa episode sehingga membuat penonton dibuat terombang-ambing dengan kisah cinta sederhana ini, kisah yang sederhana dengan konflik yang dibuat naik turun, sangat cerdas untuk mempertahankan drama 16 episode agar tidak monoton dan tidak gampang ditebak di akhir ceritanya.
Banyak hal yang sebetulnya bisa saya pelajari alur dan idenya dari drama-drama korea, tidak heran kalau biaya yang dikeluarkan dalam pembuatan sebuah drama bisa fantastis, karena mereka membuatnya dengan sangat detail dan hati-hati. Lalu, tanpa memandang rendah kualitas perfilman kita yang sebetulnya juga sudah berkembang dengan cukup baik, semoga ulasan sotoy ini dapat memotivasi agar kita terus berkembang sehingga membuat acara-acara yang semakin berkualitas lagi.
Bandung, 10–10–2021