Ketika Nyawa Dibayar Murah
Bagi sebagian besar orang kalau mau pergi ke luar kota pakai kendaraan umum pilihan paling banyak ya ke terminal Bus. Tapi beberapa kali saya pake Bus antar kota, membuat saya kesal dan menyesal sudah pake Bus.
Pertama waktu perjalanan ke Indramayu pake Bus antar kota dari Terminal Ledeng, pas sampai Lembang tiba-tiba Bus yang saya naiki diberhentikan oleh petugas Dinas Perhubungan, katanya ada pemeriksaan kelayakan kendaraan. Eh ternyata Bus yang saya naiki remnya tidak berfungsi! hanya rem tangan yang bisa dipakai. Si kondektur harus turun dulu lalu mengganjel ban menggunakan batu bata yang mereka simpan untuk jaga-jaga kalau sedang di tanjakan atau di turunan. “Gila!” saya pikir, mereka ini mau main-main sama nyawa orang? akhirnya kami diturunkan di depan Rumah Sosis Lembang untuk menunggu Bus pengganti yang kondisinya lebih baik. Kalau Dinas Perhubungan nggak datang, ya tancap gas aja, melewati jalur Subang yang terkenal seram di Tanjakan Éménnya dengan Bus tanpa rem.
Lain lagi dengan Mini Bus yang biasa orang Bandung bilangnya Elf. Kendaraan itu melajunya secepat kecepatan cahaya kalau saya bilang, jarak yang ditempuh 5 jam bisa sampai 2 jam dengan pake Elf itu. Belum lagi penumpang yang terus diangkut sampai di dalem udah kayak Ikan Asin, atau duduk di ambang pintu seperti sedang mengundang angin jalanan memasuki tubuh kita dan karena melajunya nggak santuy, suka ada penumpang yang muntah, karena jarak penumpang berdekatan, jadi muntahnya kemana mana. Aarrgh!
Lalu saat saya ke Sukabumi, Bus yang saya naiki dari terminal Sukabumi berhenti terus selang beberapa kilometer, ternyata ada kerusakan mesin yang membuat Bus tidak mulus berjalan. Waktu tempuh jadi semakin lama, karena dikit-dikit berhenti, dikit-dikit berhenti untuk benerin mesin. Kalau memang rusak dan ngadat saat perjalanan, kenapa masih tetap dipake? akhirnya kami dipindahkan ke Bus lain dan diminta lagi ongkos. Duh menguras emosi!
Makanya, nggak heran kalau banyak diberitakan Bus kecelakaan. Apalagi tadi pagi saya lihat berita ada kecelakaan Bus di Subang karena rem blong. Kalau sudah kejadian gini, yang disalahin siapa? orang supir Busnya aja tewas.
Paling mengerikan adalah kecelakaan beruntun di sebuah tol beberapa bulan yang lalu, di berita yang saya tonton, salah satu Truk besar remnya blong dan pas banting setir ke salah satu arah, efeknya ke kendaraan di sekitarnya. Gila!
Armada Bus itu apa nggak belajar dari kecelakaan yang ada? apakah kalau remnya blong, mesinnya soak, atau sering ngadat sudah biasa di kalangan pemilik armada Bus sehingga tetap beroperasi demi kejar setoran? Apakah nyawa manusia di Indonesia hanya seharga ongkos Bus antar kota yang berkisar 30 sampai 60 ribu? dan apakah uji kelayakan jarang dilakukan oleh Dinas Perhubungan sehingga Bus yang tidak layak tetap bisa beroperasi?
Jadi setiap mau pergi ke kota lain pake Bus saya selalu takut akan banyak hal, paling parah, saya minta maaf dulu sama teman-teman dan keluarga. Takut kalau itu pertemuan terakhir saya dengan mereka. Atau saya lunasi dulu hutang-hutang saya. Karena hanya di Indonesia, nyawa manusia hanya seharga ongkos Bus antar kota.
Bandung, 20 Januari 2020