Belajar di Tengah Pandemi
Siapa sangka kalau bercandaan, “Nanti belajarnya online ya, rapornya digojekin, terus bimbingan skripsi juga online, eh iya wisuda juga online!” ternyata bisa menjadi nyata.
Padahal sejak dahulu kala, sejak zaman Daendels makan Nasi Padang sampai anak cucu Daendels bisa sombong karena anak yang punya jalanan Anyer Panarukan, belum pernah tercatat sejarah belajar online merata seluruh dunia. Receh-receh berkumpul di konter pulsa, di konter HP, di warnet, di tukang fotokopian, di dompet temen juga, karena terpaksa harus ngutang. Belajar di tengah Pandemi bukan hanya bikin stress para murid, dapat tugas seabrek-abrek, dijelasin cuma sebatas PPT dan video yutub, belum lagi ada pelajaran olahraga online, apaan nih maksudnya pake baju olahraga tapi duduk depan gadget?! emosi saya jadinya. Jelas komunikasi antara orangtua, murid, dan guru juga terhambat, orang kalau ngomong di media berkirim pesan bisa sampai salah sangka, bisa saling menghujat dan marah-marah. Hal ini juga membuat guru spanneng karena ngajar matematika atau hal-hal yang berbau rumus nggak mudah, ada anak yang belajar sambil tiduran, ngerjain tugas dientar-entar pake alasan nggak ada kuota padahal tiap hari mabar, sampai alasan HPnya dipake orangtua buat jualan, padahal emang iya :(
Di perkotaan hampir semua anak pegang HP, pegang gadget, bahkan warnet sudah menjamur, sementara di desa, boro-boro gadget, listrik aja masih belum ada, mau pesen makanan secara online cuma mimpi masa depan yang entah kapan bisa didapatkan, sehingga guru dan siswa terpaksa bertatap muka, ketemuan, janjian, hingga berkumpul di rumah atau surau. Corona bukannya nggak dihargai, tapi ya gimana lagi, boro-boro beli HP, panen aja gagal, bahkan beras aja harus ngutang ke tetangga karena nggak bisa cari uang ke kota.
Mungkin negara kita memang belum siap belajar di tengah Pandemi seperti ini, masih jauh dari kata siap. Masih banyak alasan untuk memilih bisa makan daripada bisa sekolah, tetapi sebetulnya, kita yang sudah punya kesempatan bisa tetap menjalankan sekolah secara online, patut bersyukur dan memanfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya, jangan hanya guru yang bekerja, jangan hanya orangtua yang marah-marah sama anaknya, dan jangan hanya anak-anak yang nangis karena tugasnya banyak kayak piring hajatan, tapi kita semua, guru, ornagtua, dan siswa harus kerjasama. Bangun komunikasi yang efektif, watsap atau telepon kalau perlu, saling menghargai, dan jangan saling menghakimi, “Guru sih enak nggak ngajar tapi digaji!” atau guru yang ngasih tugas seenaknya, banyak-banyak kayak ngasih cucian ke laundryan, atau mungkin murid-murid yang main game seharian sambil rebahan, baiknya kita kumpulkan kekuatan, siapa tau kalau kita sungguh-sungguh, Pandemi ini cepat berakhir, cepat hilang, karena kita sudah lelah kelamaan mengeluh ini itu, menangis sambil berharap pandemi kapan berakhir, karena perkantoran udah boleh masuk, tapi sekolah masih ditahan-tahan. Iya, kita bertahan sebentar lagi, semuanya akan segara membaik. Yakinlah.
SNA, Bandung 2020
6/30