Belajar Bersama Alam
Mengenal Allah Melalui Ciptaannya
Sebuah Konsep Belajar di Sekolah
Suhendi
Kalau kita ingat lagi metode belajar di sekolah dulu, dengan bangku dan tempat duduk yang kaku, dengan fokus belajar pada guru — mendengarkan, menghafal, dan ujian. Akhirnya semua teori yang kita dapat di bangku sekolah hanya sekedar dihafal untuk persiapan ujian
Belajar untuk ujian, bukan ujian untuk belajar
Tidak ada kegiatan yang benar-benar nyata yang bisa kita ambil pada keseharian, seperti pertanyaan untuk apa belajar integral karena keseharian kita tidak menggunakan konsep integral saat bermasyarakat atau teori seputar kurban yang selama sekolah banyak yang tidak merasakan praktiknya secara langsung. Malah praktik PAI yang sedang ramai dilaksanakan sekolah adalah praktik munakahat atau bab pernikahan. Praktik yang malah jadi salah kaprah karena plek meniru hajatan pernikahan aslinya dengan modal banyak yang harus siswa keluarkan, padahal masih banyak praktik PAI yang perlu dilaksanakan di sekolah karena pasti kita temui sehari-hari, seperti menjadi petugas zakat lalu belajar perhitungannya dengan contoh nyata penghasilan orangtua misalnya, atau keberanian menyembelih hewan kurban, hingga praktik mengurus jenazah. Bahkan praktik PAI yang paling mendasar yang harus dilakukan di sekolah adalah mengenai kejujuran dan amanah. Menjaga amanah teman saat diminta jadi bendahara kelas, saat dipercaya menjadi ketua kelas, ketua osis, hingga amanah diberikan PR.
Dengan memberikan pengalaman nyata kepada siswa, maka akan ada kesulitan pada setiap pelaksanaannya, seperti pisau yang tumpul saat akan menyembelih hewan kurban dan masalah-masalah saat akan membagikan dagingnya kepada masyarakat sekitar atau hewan kurban yang tiba-tiba kabur, hingga hal ini menjadikan ujian tersendiri bagi siswa yang akan mendatangkan pembelajaran.
Ujian untuk belajar
Konsep Belajar Bersama Alam ini berdasar pada ‘Why’ sehingga akan muncul banyak sisi kritis yang akan muncul, bukan bertumpu pada ‘What’ seperti bentuk pertanyaan yang akan menghasilkan jawaban hafalan
Apa yang dimaksud dengan kurban?
Apa manfaat kurban untuk manusia?
Pertanyaan di atas akan dijawab dengan teori yang sudah dihapal tanpa harus tahu praktiknya, jika kita hafal teorinya tentu akan mudah menjawabnya.
Bedakan dengan :
Mengapa kurban harus binatang ternak?
Mengapa pisau yang digunakan harus tajam?
Pertanyaan ini akan terjawab ketika kita sudah melaksanakan praktiknya walaupun sudah ada dalam teori, tapi jawaban yang akan meyakinkan murid adalah hasil dari praktik
Ketika berkurban binatang ternak, maka manfaatnya sesuai dengan perintah berkurban, untuk taat kepada Allah dan untuk menebarkan manfaat kepada banyak orang, karena daging binatang ternak bisa dikonsumsi.
Hal-hal seperti itu nantinya akan memunculkan daya nalar yang lainnya sehingga pembelajaran berpusat pada siswa, bukan lagi siswa yang terus menerus mendengarkan guru menjelaskan.
Konsep BBA (Belajar Bersama Alam) ini sudah dirancang sejak 1998 oleh para pendiri sekolah alam yang menjadikan syarat utamanya adalah : Guru, Metode, dan Buku.
Tujuannya adalah untuk menjadikan siswa sebagai Khalifah fiil Ard’ (Pemimpin di muka bumi) yang tentu perlu diturunkan dari Alquran menjadi kegiatan-kegiatan nyata menghasilkan daya nalar yang bertujuan pada Sang Pencipta.
Karena belajar ruhnya adalah berpikir, seperti yang tercantum dalam Al-quran, di mana manusia harus berpikir agar bisa melihat kekuasaan Allah.
Aktivitas utama dalam BBA ini adalah harus problem solving
Terdapat 3 aktivitas pokok BBA
- Aktivitas riset
Eksplorasi
Misal saat atap bocor, amati dahulu kenapa bisa bocor, lalu ajak murid-murid untuk menampung pakai ember, ukur air tersebut hingga menemukan konsep matematika ukuran (1 ember menampung 5 liter lalu dalam berapa jam dapat ditampung ke berapa ember hingga dihitung jumlah akhirnya)
Observasi
Menggali sumber bocornya, volume air yang sudah ditampung hingga manfaat yang bisa diambil
Survei
Melihat sumber bocor, dengan apa itu bisa diperbaiki lalu merancang bahannya
Eksperimen
Memperbaiki atap bocor bersama guru jika tidak bisa boleh minta bantuan tukang
2. Menggali potensi
Kearifan lokal
3. Aktivitas membangun
Dari wacana di atas, jika kita bertumpu pada ‘What’ maka akan menghasilkan pertanyaan sejenis ini:
Pertanyaan yang hanya membutuhkan hafalan dari teori yang guru sampaikan
Namun jika pertanyaannya berdasarkan pada ‘Why’ maka siswa akan penasaran jika tidak melakukan dan melihatnya secara langsung sehingga memunculkan daya nalar
Tujuan kurikulum BBA ini adalah untuk menjadikan manusia pemimpin di muka bumi, sehingga apa yang dilakukan sejak di bangku sekolah adalah laboratorium untuk melakukan hal-hal besar di masa depannya. Tidak bertentangan dengan saat terjun ke masyarakat.
Maka output BBA ini bisa dihasilkan
Akhlak yang baik karena berdasar pada Alquran. Akhlak yang baik bukan hanya sekedar teori namun juga praktik sehari-hari di sekolah. Karena tentu, adab dulu baru ilmu.
Banyak hal yang saya garisbawahi dari webinar sekolah alam ini, salah satunya adalah cerita pembawa acara saat mengobrol santai dengan muridnya di kelas, saat membahas mengenai bab akhlak, kalau sebelum baligh itu dosa seorang anak ditanggung orangtuanya, tapi kemudian muncul pertanyaan dari siswanya, “Kalau orangtuanya dua-duanya sudah meninggal, dosanya ditanggung siapa?”
Pertanyaan yang memunculkan nalar seperti ini akan muncul jika siswa dalam keadaan nyaman dan dibebaskan dalam belajar, siswa akan banyak menghubungkan satu fenomena dengan fenomena yang lain ketika guru tidak membatasi pola pikirnya. Tentunya, konsep BBA ini erat kaitannya dengan pola pengasuhan yang kuat, guru tidak hanya sekedar membiarkan siswa berdiskusi tanpa pendampingan, namun bentuk diskusi ini bersifat terbuka saat di kelas, saat pembelajaran.
Ketika kita mengajar matematika tapi kita berikan buah semangka untuk mereka bagi rata, maka pembelajaran sesungguhnya sudah dimulai. Tidak melulu membuka buku paket dan mengisi soal.
Namun siswa juga perlu diberikan enrichment mengenai cara mengisi dan mengerjakan soal pada level tertentu.
Karena BBA ini bertujuan dari komunitas ke peradaban, maka tahapannya harus sesuai,
Jenjang TK-SD : observasi dan eksplorasi
SMP-SMA : survei, eksperimen,
serta berkarya dan membangun
Hingga ketika selesai bangku sekolah, siswa akan siap terjun ke peradaban sesungguhnya.
Materi ini sangat panjang dan detail, hingga nggak mungkin saya tulis dalam satu judul di sini. Tapi bukti nyata yang sudah saya jalani selama di sekolah alam adalah ketika murid saya yang saat itu duduk di kelas 4 menyelamatkan seekor ulat bulu yang ada di tengah jalan, “Harus diselamatkan bu, takut ketabrak motor,” ujarnya sambil mindahin ulat ke daun.
“Ulat itu nggak akan bikin gatel kalau kitanya nggak tegang!” kata dia
Dan selama saya mengajar, sudah nggak terhitung berapa banyak siswa yang berani pegang ulat.
Kata pamungkas dari Pak Hendi,
“Bereksperimenlah sampai kita dipanggil Allah, karena eksperimen akan mendatangkan karya yang menghasilkan amal jariyah. Kita tidak sekadar mengajar namun juga sedang membangun peradaban.”
SNA
Bandung, 27 Januari 2024