Bagaimana Agar Tidak Boros?

Sarah N Aini
6 min readJul 30, 2021

--

Selama PPKM ini (entah level berapa saya nggak inget), saya merasa sering beli makanan pakai jasa pesan antar, padahal biasanya saya jarang sekali beli makanan dari luar ketika berada di rumah seharian. Apakah hampir semua umat manusia juga mengalami perubahan ini?
Awalnya saya pikir kalau hanya pesan sekali ya nggak masalah, tapi sekali itu dalam sehari, besoknya saya mencoba cari menu lagi di aplikasi-aplikasi tersebut, berselancar mencari aplikasi lain yang menawarkan promo lebih murah

Hingga seorang teman bisa menghabiskan ratusan ribu untuk belanja lewat aplikasi serupa. Walaupun sebetulnya saya nggak jago-jago amat dalam mengelola keuangan, tetapi saya dapat menahan hasrat ingin belanja ketika teman-teman atau anggota keluarga ada yang menawarkan barang dan makanan tertentu, hanya saja saat ppkm ini kok rasanya gangguan begitu besar untuk beli makanan dari luar

Seorang teman, bisa menghabiskan uangnya hanya untuk belanja barang-barang tak berguna di aplikasi belanja online, menurutnya itu hanya unik dan lucu saja, lalu ia beli padahal tak berguna,

Lalu, setelah bertahun-tahun saya berhasil menahan godaan untuk tidak belanja yang tak perlu, namun saat ppkm ini pertahanan saya jebol beberapa saat untuk beli makanan dari luar, saya menemukan beberapa fakta yang mungkin hal-hal ini juga sudah umum

  1. Jangan pasang aplikasi belanja online di ponsel

menurut saya, selama ini gangguan terbesar ketika ingin belanja adalah ketika kita scroll sana sini di aplikasi-aplikasi tersebut, melihat sesuatu yang unik hingga akhirnya kita memaksa otak sendiri untuk mencari apa yang sedang kita inginkan lalu mencarinya dan akhirnya membelinya

seringkali kejadian teman-teman saya yang mengalami ini menjual kembali barang yang mereka beli atau memberikannya kepada orang lain karena ternyata dia tidak butuh

Apalagi ada fitur baru di salah satu aplikasi belanja online, fitur ‘bayar nanti’ yang intinya sih ngutang dan jumlah maksimal transaksinya akan semakin bertambah ketika kita semakin sering menggunakan fitur tersebut,

saya ingat sebuah artikel yang mengatakan tentang teori yang saya tidak hapal namanya, sebetulnya bukan barang tersebut yang tidak penting, tapi tidak masuk ke prioritas kita saja, sehingga ujungnya lari lagi ke prioritas, sementara kalau kita sering melihat daftar barang di aplikasi tersebut secara intens, lama-lama kita akan menjadikan barang-barang tersebut prioritas yang aslinya tidak kita butuhkan. Tidak semua prioritas adalah kebutuhan kita, kan? bisa saja sebuah prioritas hanyalah nafsu belaka

2. Lihat manfaat dari sesuatu yang ingin kita beli

setiap kali saya ingin beli minuman boba, saya selalu mempertimbangkannya berkali-kali, misalnya pada hari itu saya sudah minum minuman manis berapa kali atau berapa gelas, apakah konsumsi gula saya hari itu sudah melebihi kebutuhan atau belum, begitupun ketika saya ingin membeli suatu makanan,

gambardarisini

walaupun akhir-akhir ini saya jadi sering tergoda untuk jajan dari luar, tapi tetap saja ujung-ujungnya saya mikir keras, ketika mau beli olahan mie, saya akan bertanya pada diri sendiri, apa yang akan terjadi pada perut saya kalau saya makan mie padahal kemarin baru saja makan indomie, misalnya. Atau ketika ingin beli sebuah pakaian saya akan berpikir akan dipakai ke mana pakaian tersebut, apakah benar-benar akan bermanfaat atau hanya jadi koleksi, karena ketika kita mengoleksi suatu barang, maka barang tersebut menjadi minim manfaat, koleksi kan hanya berfungsi sebagai pemuas keinginan dan estetika, mana mau barang koleksi kita sumbangkan, sehingga ketika barang akan jarang atau bahkan tidak pernah dipakai, maka barang tersebut tidak terlalu bermanfaat untuk kita sendiri, apalagi untuk orang lain

3. Melihat apa yang kita sudah punya

Hal ini berguna ketika saya ingin beli kerudung, misalnya warna hijau saya udah punya, tapi warna hijau agak terang 10% dari warna hijau yang kemarin saya belum punya, maka saya tidak akan membelinya. Hal ini pernah terjadi ketika tetangga saya memberikan setumpuk kerudung segiempat dengan warna yang hampir mirip-mirip, saya bahkan tidak bisa membedakan beberapa warna karena mirip, pada akhirnya, si tetangga saya ini selalu memberikan baju yang sudah tak ingin ia kenakan ke saya, awalnya saya mau saja menampung, lama-lama kok saya jadi kayak tempat sampah dia, akhirnya saya enggan menerimanya lagi

Sehingga ketika kita selalu berusaha melihat apa yang tidak kita miliki, maka itu akan terus menguras nafsu dan keinginan kita yang sebetulnya tidak dibutuhkan, mulailah puasa keinginan atas sesuatu yang akal sehat kita sadari itu tidak perlu kita miliki

4. Bawa uang pas ketika pergi ke tempat perbelanjaan

Seringkali kita menyadarkan diri saat masih di rumah, kalau nanti pas sudah sampai di tempat belanja jangan beli yang tidak kita perlukan, makanya kita akan menulis daftar belanjaan yang kita butuhkan untuk keperluan sehari-hari, namun seringkali karena kita merasa membawa uang cash yang lebih atau membawa kartu debit, hal itu membuat kita goyah dan memaksa diri kita untuk membeli sesuatu di luar daftar. Beli detergen misalnya hanya satu, tapi karena lihat merk lain yang ingin dicoba akhirnya beli dengan alasan untuk stok di rumah, pada akhirnya kita akan serasa disambar petir ketika mbak kasir menyebutkan total yang harus dibayar.

Keterbatasan membuat kita bisa menahan diri, maka bawalah uang seperlunya ketika berbelanja

5. Membiasakan berhutang

Hal ini yang menjadi kebiasaan buruk mengerikan sepanjang sejarah keuangan manusia! pernah lihat kan, ada orang yang tagihannya di aplikasi belanja online membengkak hingga jutaan rupiah karena memakai fitur ‘bayar nanti’? semua teknologi yang diciptakan manusia sebetulnya untuk memudahkan kita juga, hanya saja terkadang kita terlarut dalam pengaruh teknologi tersebut sehingga kita hanyalah sebagai budak teknologi. Hal ini bisa sama saja seperti kita berhutang untuk membayarnya nanti, kita terlalu bergantung pada orang lain, pada teknologi, pada sekitar. Sama halnya ketika kita berbelanja atau pergi bersama teman, lalu melewati sebuah stand makanan atau stand barang yang kita inginkan hanya saja uang kita tidak cukup, maka banyak dari kita yang berpikir, “minjem dulu aja lah kalau kurang ke dia” hal ini nantinya akan jadi kebiasaan dan menurunkan kepekaan, kalau dipinjami uang satu kali atau dua kali sih masih oke tapi kalau hal itu sudah menjadi kebiasaan dan ternyata teman kita tidak suka dengan kelakuan kita yang suka ngutang, bagaimana? karena setiap manusia pasti ada lupanya, kadang kala kita lupa berapa hutang kita dan kepada siapa saja kita berhutang, sementara banyak kelompok masyarakat yang segan menagih hutang karena tidak enak, jadi kalau sudah begini, siapa yang dirugikan? tentu bukan hanya kita saja yang jika hutang kita lupa dibayarkan, kelak di akhirat kita akan ditagih

jangan lupakan juga dengan fenomena pinjaman online yang mengerikan, diiming-imingi sejumlah uang namun pada akhirnya ditagih dengan kejam dan bunga yang berlipat ganda

6. Visioner bagus, tapi harus dibarengi dengan realistis

Beberapa orang yang visioner terkadang berpikir, rejeki mah nanti pasti ada, sekarang nggak apa-apa kalau saya mau pake uang untuk beli ini, beli itu, tapi ternyata pada kenyataannya sesuatu terjadi tidak seperti yang kita bayangkan, visioner yang melekat pada kita terkadang juga harus dibarengi dengan realitas kehidupan, apa yang kita miliki sekarang, bagaimana kondisi kita sekarang, jika saya mencoba KPR sekarang apakah saya akan mampu membayarnya hingga lunas? apakah jika saya nyicil kendaraan sekarang, apakah saya masih mampu menyelesaikan cicilannya? visioner sangat perlu, tetapi jangan lupakan realitas kita sendiri, apakah lingkungan dan kondisinya mampu melewati itu sekarang? atau saya harus tunda dulu keinginannya hingga saya sudah siap?

7. Budaya konsumtif dan terlalu mengikuti orang kebanyakan

seringkali kita mencoba suatu makanan karena sedang hits atau orang banyak membelinya, orang sedang ramai beli Capucino Cincau, kita ikutan ramai membeli, orang ikutan ramai membeli Susu beruang, kita ikutan memborong walaupun kita tidak tahu manfaatnya apa, waktu awal pandemi orang-orang pernah panic buying karena hal yang tidak mereka mengerti apa dampak yang akan terjadi jika orang yang mampu membeli barang memborong semua yang ia inginkan sementara masyarakat kecil hanya bisa mengurut dada karena keterbatasan daya beli. Budaya konsumtif sudah mendarah daging di masyarakat kita, berapa banyak orang yang mampu membeli hp keluaran terbaru karena ikut trend sementara membayar hutang tak mampu? atau membelikan sesuatu yang orangtuanya inginkan saja enggan?

8. Tingkatkan kepekaan

berapa banyak orang yang sedang membutuhkan makan ketika kita bisa dengan mudah membeli apa saja yang kita mau, seperti di tempat perbelanjaan di kota saya, di depan tempat belanja tersebut selalu ada seorang kakek tua berjualan balon, dengan meningkatkan kepekaan, setelah berbelanja kita akan merasa malu dengan apa saja yang sudah kita beli sementara si Kakek tersebut berharap rezeki untuk makan hanya dari berjualan balon, yang zaman sekarang anak-anak sudah jarang menyukainya

9. Terakhir adalah syariat yang mengikat

saya yakin tidak semua orang yang setuju dengan poin terakhir ini, tetapi jika kita lihat dari segi syariat untuk memiliki sebuah barang atau mencapai sesuatu dengan uang itu didapatnya dengan cara kurang baik, seperti memberikan kesulitan pada orang lain di sekitarnya, maka hasilnya akan tidak berkah, keberkahan rezeki bukan hanya dari banyaknya saja, tapi dari manfaat yang kita rasakan, seringkali ada orang yang rezekinya berlimpah tapi dia tidak tahu ke mana saja uangnya itu berlari, “Gue gatau larinya ke mana uang gue” atau hartanya yang entah hilang kemana.

Entah ini benar atau nggak, intinya tulisan ini hanyalah pengalaman-pengalaman pribadi dan lingkungan

--

--

Sarah N Aini
Sarah N Aini

Written by Sarah N Aini

bekerja adalah untuk menabur manfaat, bukan untuk dilihat.

No responses yet